SLAIDE

ASKEP CIDERA KEPALA

ANATOMI FISIOLOGI

Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau kulit, connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea aponeurotika, loose conective tissue atau jaringan penunjang longgar dan pericranium.


Tulang tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii . Tulang tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital . Kalvaria khususnya diregio temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis cranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu : fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang otak dan serebelum

Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan yaitu :

Dura mater
Dura mater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal dan lapisan meningeal .Dura mater merupakan selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrisa yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium.Karena tidak melekat pada selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang subdura) yang terletak antara dura mater dan arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural.Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural.Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus.Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat.
Arteri-arteri meningea terletak antara dura mater dan permukaan dalam dari kranium (ruang epidural).Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan epidural.Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media).

Selaput Arakhnoid
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang. Selaput arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah luar yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial, disebut spatium subdural dan dari pia mater oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh liquor serebrospinalis. Perdarahan sub arakhnoid umumnya disebabkan akibat cedera kepala.
Pia mater
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater adarah membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk kedalam sulci yang paling dalam.Membrana ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya.Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak juga diliputi oleh pia mater.

Otak
Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada orang dewasa sekitar 14 kg. Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu; Proensefalon (otak depan) terdiri dari serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari pons, medula oblongata dan serebellum.
Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus. Lobus frontal berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara.Lobus parietal berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang.Lobus temporal mengatur fungsi memori tertentu. Lobus oksipital bertanggungjawab dalam proses penglihatan. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewapadaan.Pada medula oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik. Serebellum bertanggungjawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan.

Cairan serebrospinalis
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari ventrikel lateral melalui foramen monro menuju ventrikel III, akuaduktus dari sylvius menuju ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan takanan intrakranial.Angka rata-rata pada kelompok populasi dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per hari.

Tentorium
Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supratentorial (terdiri dari fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan ruang infratentorial (berisi fosa kranii posterior).

Perdarahan Otak
Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis.Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk circulus Willisi.Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot didalam dindingnya yang sangat tipis dan tidak mempunyai katup.Vena tersebut keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus cranialis.

Fisiologi Kepala
Tekanan intrakranial (TIK) dipengaruhi oleh volume darah intrakranial, cairan secebrospinal dan parenkim otak. Dalam keadaan normal TIK orang dewasa dalam posisi terlentang sama dengan tekanan CSS yang diperoleh dari lumbal pungsi yaitu 4 – 10 mmHg . Kenaikan TIK dapat menurunkan perfusi otak dan menyebabkan atau memperberat iskemia.Prognosis yang buruk terjadi pada penderita dengan TIK lebih dari 20 mmHg, terutama bila menetap.
Pada saat cedera, segera terjadi massa seperti gumpalan darah dapat terus bertambah sementara TIK masih dalam keadaan normal. Saat pengaliran CSS dan darah intravaskuler mencapai titik dekompensasi maka TIK secara cepat akan meningkat. Sebuah konsep sederhana dapat menerangkan tentang dinamika TIK.Konsep utamanya adalah bahwa volume intrakranial harus selalu konstan, konsep ini dikenal dengan Doktrin Monro-Kellie.
Otak memperoleh suplai darah yang besar yaitu sekitar 800ml/min atau 16% dari cardiac output, untuk menyuplai oksigen dan glukosa yang cukup . Aliran darah otak (ADO) normal ke dalam otak pada orang dewasa antara 50-55 ml per 100 gram jaringan otak per menit. Pada anak, ADO bisa lebih besar tergantung pada usainya. ADO dapat menurun 50% dalam 6-12 jam pertama sejak cedera pada keadaan cedera otak berat dan koma. ADO akan meningkat dalam 2-3 hari berikutnya, tetapi pada penderita yang tetap koma ADO tetap di bawah normal sampai beberapa hari atau minggu setelah cedera. Mempertahankan tekanan perfusi otak/TPO (MAP-TIK) pada level 60-70 mmHg sangat rirekomendasikan untuk meningkatkan ADO.

PENGERTIAN

Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi - decelerasi ) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.
Cidera kepala adalah kerusakan neurologi yang terjadi akibat adanya trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma yang terjadi (sylvia anderson Price, 1985)

EPIDEMIOLOGI

Insiden cedera kepala diperkirakan 200 per 100000 orang berusia 0-19 tahun, sekitar 10 dari 100000 anak meninggal akibat cedera kepala. Peristiwa yang menyebabkan cedera kepala ringan terjadi pada 82 % kasus, pada cedera sedang hingga berat 14 % dan kematian pada 15 %. Tingkat cedera kepala diantara anak laki-laki hampir dua kali lipat dibandingkan anak perempuan. Cedera dan kecelakaan kendaraan bermotor dan terkait olahraga merupakan penyebab utama cedera kepala pada anak yang lebih tua, sementara jatuh merupakan penyebab paling sering pada anak yang lebih muda.

KLASIFIKASI

Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua :
Cedera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi – decelerasi rotasi ) yang menyebabkan gangguan pada jaringan.
Pada cedera primer dapat terjadi :
gegar kepala ringan
memar otak
laserasi
cedera kepala sekunder
pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :
Hipotensi sistemik
Hipoksia
Hiperkapnea
Udema otak
Komplikasi pernapasan
infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain
Klasifikasi cedera kepala berdasarkan Nilai Skala Glasgow (GCS):
Cedera Kepala Ringan
・GCS 13 – 1
・Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
・Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
Cedera kepala Sedang
・GCS 9 – 12
・Kehilangan kesadaran dan amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.
・Dapat mengalami fraktur tengkorak.
Cedera Kepala Berat
・GCS 3 – 8
・Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
・Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.
Mekanisme : berdasarkan adanya penetrasi durameter:
Trauma tumpul
Kecepatan tinggi(tabrakan mobil).
Kecepatan rendah(terjatuh,di pukul).
Trauma tembus(luka tembus peluru dan cidera tembus lainnya.
Morfologi
Fraktur tengkorak : kranium: linear/stelatum; depresi/non depresi; terbuka/tertutup. Basis:dengan/tanpa kebocoran cairan
serebrospinal,dengan/tanpa kelumpuhan nervus VII.
Lesi intrakranial : Fokal: epidural, subdural, intraserebral. Difus: konkusi ringan, konkusi klasik, cidera difus.
Klasifikasi Klinis Cedera Kepala
Cedera kepala pada praktek klinis sehari-hari dikelompokkan atas empat gradasi sehubungan dengan kepentingan seleksi perawatan penderita, pemantauan diagnostic-klinik penanganan dan prognosisnya, yaitu :
TINGKAT GEJALA
TINGKAT I bila dijumpai adanya riwayat kehilangan kesadaran/pingsan yang sesaat setelah mengakami trauma, dan kemudian sadar kembali. Pada waktu diperiksa dalam keadaan sadar penuh, orientasi baik, dan tidak ada deficit neurologist.
TINGKAT II kesadaran menurun namun masih dapat mengikuti perintah-perintah yang sederhana, dan dijumpai adanya deficit neurologist fokal.


TINGAKT III kesadaran yang sangat menurun dan tidak bisa mengikuti perintah (walaupun sederhana)sana sekali. Penderita masih bisa bersuara , namun susunan kata-kata dan orientasinya kacau, gaduh gelisah. Respon motorik bervariasi dari keadaan yang masih mampu melokalisir rasa sakit sampai tidak ada respon sama sekali. Postur tubuh dapat menampilkan posisi dekortikasi-deserebrasi
TINGKAT IV tidak ada fungsi neurologist sama sekali

KLASIFIKASI TRAUMA KAPITIS BERDASARKAN MEKANISMENYA

Trauma kepala terbuka
kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak masuk kedalam jaringan otak dan melukai:
merobek durameter ( ICS merembes )
saraf tengkorak
jaringan otak
trauma kepala tertutup
komosio :
Cedera kepala ringan
disfungsi neurologis sementara
muncul gejala nyeri, pusing, muntah
kontosio:
adanya memar otak
gangguan kesadaran lebih lama
peningkatan tekanan intrakranial
hematom epidural :
perdarahan antara tulang tengkorak dan durameter
kategori talk and die
lokasi tersering : frontal dan temporal
hematom subdural
perdarahan antara durameter dan archnoid
gejala 24 – 48 jam
peningkatan tekanan intrakranial
hematom intrakranial
perdarahan intraserebral kurang lebih 25 CC
selalu diikuti oleh kontusio
penyebab : fraktur depresi, peneltrasi peluru
Annegers ( 1998 ) membagi trauma kepala berdasarkan lama tak sadar dan lama amnesia pasca trauma yang di bagi menjadi :
Cidera kepala ringan,apabila kehilangan kesadaran atau amnesia berlangsung kurang dari 30 menit.
Cidera kepala sedang,apabila kehilangan kesadaran atau amnesia terjadi 30 menit sampai 24 jam atau adanya fraktur tengkorak
Cidera kepala berat,apabiula kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 24 jam,perdarahan subdural dan kontusio serebri.

ETIOLOGI

Pukulan benda tumpul di bagian kepala
Pukulan benda tajam di bagian kepala
Luka termbak
Kecelakaan lalulintas tanpa menggunakan pelindung kepala
Pasca pembedahan kepala
Trauma lahir

PATOFISIOLOGI





TANDA DAN GEJALA

Pola pernafasan
Pusat pernafasan diciderai oleh peningkatan TIK dan hipoksia, trauma langsung atau interupsi aliran darah. Pola pernafasan dapat berupa hipoventilasi alveolar, dangkal.
Kerusakan mobilitas fisik
Hemisfer atau hemiplegi akibat kerusakan pada area motorik otak.
Ketidakseimbangan hidrasi
Terjadi karena adanya kerusakan kelenjar hipofisis atau hipotalamus dan peningkatan TIK
Aktifitas menelan
Reflek melan dari batang otak mungkin hiperaktif atau menurun sampai hilang sama sekaliKerusakan komunikasi
Pasien mengalami trauma yang mengenai hemisfer serebral menunjukkan disfasia, kehilangan kemampuan untuk menggunakan bahasa.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan / edema), fragmen tulang.
Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrakranial



PENATALAKSANAAN

Konservatif
Bedrest total
Pemberian obat-obatan, seperti antibiotik untuk cidera kepala terbuka guna mencegah infeksi, pemberian diuretik dan obat anti inflamasi untuk menurunkan TIK dan analgetik untuk mengurangi rasa nyeri.
Observasi tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran.
Air dan Breathing
Perhatikan adanya apnoe
Untuk cedera kepala berat lakukan intubasi endotracheal. Penderita mendapat ventilasi dengan oksigen 100% sampai diperoleh AGD dan dapat dilakukan penyesuaian yang tepat terhadap FiO2.
Tindakan hiperventilasi dilakukan hati-hati untuk mengoreksi asidosis dan menurunkan secara cepat TIK pada penderita dengan pupil yang telah berdilatasi. PCO2 harus dipertahankan antara 25-35 mmhg.
Circulation
Hipotensi dan hipoksia adalah merupakan penyebab utama terjadinya perburukan pada CKS. Hipotensi merupakan petunjuk adanya kehilangan darah yang cukup berat, walaupun tidak tampak. Jika terjadi hipotensi maka tindakan yang dilakukan adalah menormalkan tekanan darah. Lakukan pemberian cairan untuk mengganti volume yang hilang sementara penyebab hipotensi dicari.
Disability (pemeriksaan neurologis)
Pada penderita hipotensi pemeriksaan neurologis tidak dapat dipercaya kebenarannya. Karena penderita hipotensi yang tidak menunjukkan respon terhadap stimulus apapun, ternyata menjadi normal kembali segera tekanan darahnya normal
Pemeriksaan neurologis meliputi pemeriksaan GCS dan reflek cahaya pupil

KOMPLIKASI

Edema post traumatik
Herniasi
Perdarahan
Infeksi telinga dan hidung
Hidrosefalus
Hiperthermia
Kejang
SIADH
Bocornya LCS
Edema pulmonal
Kebocoran cairan serebrospinal
Peningkatan tekanan intrakranial
Kegagalan pernafasan
Defisit neurologis

PROGNOSIS

Pemulihan fungsi otak tergantung kepada beratnya cedera yang terjadi, umur anak, lamanya penurunan kesadaran dan bagian otak yang terkena. 50% dari anak yang mengalami penurunan kesadaran selama lebih dari 24 jam, akan mengalami komplikasi jangka panjang berupa kelainan fisik, kecerdasan dan emosi. Kematian akibat cedera kepala berat lebih sering ditemukan pada bayi.Anak-anak yang bertahan hidup seringkali harus menjalani rehabilitasi kecerdasan dan emosi. Masalah yang biasa timbul selama masa pemulihan adalah hilangnya ingatan akan peristiwa yang terjadi sesaat sebelum terjadinya cedera (amnesia retrograd), perubahan perilaku, ketidakstabilan emosi, gangguan tidur dan penurunan tingkat kecerdasan.

ASUHAN KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CIDERA KEPALA

Tgl pengkajian : 3 Mei 2011 pukul : 10.00 WIB oleh : Perawat S
IDENTITAS
Pasien
Nama : Nn. IA
Tempat/tgl lahir(umur) : Yogyakarta, 10 Maret 1993
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Yogyakarta
Agama : Kristen
Status perkawinan : belum menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : -
Lama Bekerja : -
Suku/Bangsa : Jawa
Tgl. Masuk RS : 3 Mei 2011
No. RM : 107819XXX
Ruang : Delima
Diagnosis Kerja/ Medis : Cidera Kepala

Keluarga/penanggungjawab
Nama : Bp. H
Hubungan : Ayah
Umur :50 tahun
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : pegawai swasta
Alamat :Yogyakarta

RIWAYAT KESEHATAN
Kesehatan Pasien
Keluhan utama
Pasien mengatakan sangat pusing
Keluhan Tambahan
Mual

Riwayat Penyakit Dahulu
Nn. IA berumur 18 tahun dan masih duduk di bangku SMA. Belum pernah mengalami sakit yang parah sebelumnya ataupun di rawat di rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang
Pada tanggal 3 Mei 2011 Nn.IA mengalami kecelakaan dan bagian kepalanya terbentur. Kemudian diantar oleh seorang pengemudi taksi ke rumah sakit dalam keadaan tak sadar. Sesampainya di UGD saat dikaji didapati bahwa sebelum pasien tak sadar sempat mengeluh sangat pusing, mual, terlihat bingung dan mengantuk. Saat dilakukan pemeriksaan fisik didapati midriasis pupil kanan, black eye hematoma kanan, tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 92 x/menit, respirasi 28 x/menit dan suhu 36,80C. Saat keluarga datang, dokter menjelaskan bahwa pasien harus di monitor dulu di IGD untuk menghilangkan kecurigaan terhadap SOL karena adanya interval lusid yang tidak jelas. Dokter juga menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan CT-scan di rumah sakit lain, dan hasilnya ditemukan adanya hematoma akut pada epidural di frontoparietal kanan dengan lengkungan massa pada dasar otak dan ventrikel lateral bergeser ke arah kiri.
Kesehatan Keluarga

Keterangan : : perempuan : penderita
: Laki-laki

Pola nutrisi-Metabolik
Sebelum sakit
Frekuensi makan : 3 x sehari
Jenis makanan / diet : Nasi, lauk (tahu, tempe), sayur-sayuran.
Porsi yang dihabiskan : 8-10 sendok
Makanan yang disukai : nasi goreng
Makanan yang tidak disukai : ikan asin
Makanan pantang : tidak ada
Makanan tambahan/vitamin : buah-buahan
Kebiasaan makan : di kantin
Nafsu makan : sedang, karena sibuk bekerja
Banyaknya minum : 1500-2000 CC/ hari
Jenis minuman yang tidak disukai : jahe
Minuman pantang : tidak ada
Perubahan BB 6 bulan terakhir : tetap


Selama sakit
Jenis makanan : bubur, sari buah, susu
Frekuensi makan : 3x setelah sehari selama di rumah sakit
Porsi makan yang dihabiskan : 3-5 sendok
Banyak minuman dalam sehari : 1000-1500 cc selama masuk RS
Pola Eliminasi
Sebelum sakit
Buang air besar BAB
Frekuensi : 1 x sehari
Waktu : pagi hari
Warna : kuning kecoklatan
Konsistensi : padat
Buang air kecil (BAK)
Frekuensi (x/24 jam) : 4-5 x sehari
Warna : kuning bening
Jumlah : 2100cc/hari
Bau : tidak bau
Keluhan : tidak ada
Selama sakit
Buang Air Besar (BAB)
Frekuensi : 1 x sehari
Waktu : pagi hari
Warna : feses berwarna kuning kecoklatan
Konsistensi : padat
Buang Air Kecil (BAK)
Frekuensi (x/24 jam) : 4-5 x sehari
Jumlah (cc/jam) : 1500 cc/hari
Warna : kuning bening
Bau : tidak bau
Pola aktifitas istirahat-tidur
Sebelum sakit
Keadaan aktifitas sehari-hari
Kebiasaan olahraga : tidak pernah berolahraga
Lingkungan rumah/tempat kerja : luas dan panjang
Alat bantu untuk memenuhi aktifitas setiap hari : tidak ada

AKTIFITAS 0 1 2 3 4
Mandi √
Berpakaian/berdandan √
Eliminasi √
Mobilisasi di tempat tidur √
Pindah √
Ambulansi √
Naik tangga √
Memasak √
Berbelanja √
Merapikan rumah √
Ket. 0 = mandiri
1 = dibantu sebagian
2 = perlu bantuan orang lain
3 = perlu bantuan orang lain dan alat
4 = tergantung total
Kebutuhan tidur
Jumlah tidur dalam sehari
Tidur siang : 2-3 jam
Tidur malam : 7 – 8 jam
Yang diutamakan : tidur siang dan malam
Kebiasaan pengantar tidur : tidak ada
Perangkat/alat yang selalu digunakan untuk tidur : selimut, bantal dan guling.
Keluhan dalam hal tidur : tidak ada
Selama sakit
Keadaan aktifitas sehari-hari
Kebiasaan olahraga : tidak ada
Alat bantu untuk memenuhi aktifitas setiap hari : tidak ada
AKTIFITAS 0 1 2 3 4
Mandi √
Berpakaian/berdandan 
Eliminasi √
Mobilisasi di tempat tidur √
Pindah 
Ambulansi 
Naik tangga 
Ket. 0 = mandiri
1 = dibantu sebagian
2 = perlu bantuan orang lain
3 = perlu bantuan orang lain dan alat
4 = tergantung total
Kebutuhan tidur
Jumlah tidur dalam sehari
Tidur siang : 2-3 jam
Tidur malam : 7-8 jam
Yang diutamakan : tidur siang dan malam
Kebiasaan pengantar tidur : tidak ada
Perangkat/alat yang selalu digunakan untuk tidur : selimut, bantal dan guling.
Keluhan dalam hal tidur :
Pasien tidak sadar
Pola Kebersihan Diri (sebelum sakit)
Kebersihan kulit
Pasien mandi 2 x sehari memakai sabun mandi
Kebersihan rambut
Pasien mencuci rambut 2 hari sekali memakai shampoo.
Kebersihan telinga
Pasien membersihkan telinga setiap mandi dan tidak menggunakan alat bantu pendengaran.

Kebersihan mata
Pasien jarang membersihkan mata.
Kebersihan mulut
Pasien menggosok gigi 2 x sehari dengan menggunakan pasta gigi dan pasien tidak menggunakan gigi palsu .
Kebersihan kuku
Pasien jarang membersihkan kuku
Pola pemeliharaan kesehatan
Penggunaan tembakau
Pasien mengatakan tidak merokok
NAPZA
Pasien mengatakan tidak pernah menggunakan NAPZA.
Alkohol
Pasien mengatakan tidak mengkonsumsi alkohol
Intelektual
Pasien tidak sadar.
Pola kognitif-persepsi/sensori
Keadaan mental
Tidak sadar
Berbicara
Tidak sadar
Bahasa yang dikuasai
Indonesia
Kemampuan membaca : tidak sadar
Kemampuan berkomunikasi : tidak sadar
Kemampuan memahami informasi : tidaka sadar
Tingkat ansietas
Tidak sadar
Keterampilan berinteraksi
Pasien tidak sadar
Pendengaran
Tidak sadar
Penglihatan
pasien tidak sadar
Tak nyaman/nyeri
Pasien tidak sadar
Pola konsep diri
Identitas diri : pasien tidak sadar
Ideal diri : pasien tidak sadar
Harga diri : pasien tidak sadar
Gambar diri : pasien tidak sadar
peran diri : pasien tidak sadar
Pola koping
Pengambilan keputusan dilakukan oleh orang tua.
Hal-hal yang dilakukan jika mempunyai masalah
Bercerita pada orang tua.
Pola peran – berhubungan
Status pekerjaan
Masih pelajar
Sistem pendukung
Tidak ada
Dukungan keluarga selama masuk Rumah sakit : ada dukungan dari keluarga.
Pola nilai dan keyakinan
Sebelum sakit
Agama : Kristen Protestan
Larangan agama : tidak ada
Kegiatan keagamaan
Macam : kebaktian pada hari minggu, dan persekutuan doa
Frekuensi : 2 X seminggu

PEMERIKSAAN FISIK
Pengukuran TB
160 cm
Pengukuran BB
47 kg


Pengukuran tanda vital
Tekanan darah : 120/70mmHg, diukur di lengan bagian kiri ,posisi pasien terlentang
Nadi : 92 x/mnt
Suhu : 36,8 0c
Respirasi : 28 x /mnt
Tingkat kesadaran
Tidak sadar
Kulit.
Kerusakan integritas kulit
Kepala.
Warna rambut hitam.
Rambut mengalami rontok yang berlebihan
Tidak terdapat adanya benjolan.
Bentuk kepala mesosepal.
Penglihatan.
Tidak terdapat adanya oedema palpebra.
Refleks pupil terhadap cahaya (+).
Penciuman & Hidung.
Bentuk hidung simetris.
Pernafasan cuping hidung (+).
Tidak terdapat adanya sekret pada lubang hidung.
Pendengaran & Telinga.
Bentuk telinga simetris,dextra dan sinistra.
Lubang telinga bersih, tidak terdapat adanya sekret.
Mulut.
Bentuk bibir simetris atas dan bawah.
Warna lidah merah
Tidak terdapat adanya pembengkakan gusi.
Leher.
Pulsasi vena jugularis (-).
Pembesaran kelenjar thyroid (-).
Tidak ada pembatasan gerak leher.

Dada / Pernafasan / Sirkulasi.
Bentuk simetris, retraksi dinding dada (+).
Fremitus vokal (+) dextra dan sinistra.
BJ 1 dan Bj 2 terdengar
Abdomen.
Bentuk simetris, ascites (-).
Bunyi tympani (+), ascites (-)
Sistem reproduksi.
Jenis kelamin perempuan
Ekstremitas atas & bawah.
Akral hangat, ekstremitas atas dapat digerakan, terpasang infus pada tangan kanan. Ikterik (-). Bentuk tangan simetris, jumlah jari lengkap,pertumbuhan kuku normal.
Ekstremitas bawah dapat digerakan, ikterik (-). Tonus otot lemah.
Adanya kelemahan umum dalam beraktifitas.
RENCANA PULANG
Di tempat tinggalnya, pasien tinggal dengan :
Orang tua
Keinginan tinggal setelah pulang
di rumah orang tua
pelayanan kesehatan yang digunakan sebelumnya
puskesmas dan poliklinik
Kendaraan yang digunakan saat pulang
Mobil
PEMERIKSAAN PENUNJANG.
Tes untuk diagnosa cidera kepala :
Ct-scan
Tes untuk deteksi gangguan system imun.
Angigrafi cerebral
X-ray
AGD
Elektrolit


SATUAN ACARA PENYULUHAN
SATUAN ACARA PENYULUHAN
(SAP)
-----------------------------------------------------------------


Tema : CK
Sub Tema : Penatalaksanaan CK
Waktu : 30 menit
Sasaran : Keluarga
Tempat : Ruang H
Penyuluh : Perawat B



Tujuan Instruksional Umum (TIU)
Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan selama 30 menit diharapkan keluarga dapat memahami tentang penatalaksanaan CK.

Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
Klien dapat menjelaskan tentang pengertian CK
Klien dapat menjelaskan pemeriksaan diagnostik CK
Klien dapat menjelaskan penatalaksanaan CK

Pokok Materi
pengertian CK
penatalaksanaan CK
pemeriksaan diagnostik CK

Strategi Pelaksanaan:
Metode :
Ceramah dan tanya jawab
Kegiatan Penyuluhan
Kegiatan Penyuluhan Audiance Waktu
Pendahuluan dan Apresepsi Salam Pembuka
Menyampaikan Tujuan Penyuluhan
Apresiasi Menjawab Salam
Menyimak
Menjawab Pertanyaan 5 menit
Isi Menjelaskan pengertian CK
Menjelaskan pemeriksaan diagnostik CK
Menjelaskan penatalaksanaan CK Mendengarkan

Mendengarkan
Mendengarkan 15 menit
Penutup Menyimpulkan
Salam penutup Mendengarkan
Menjawab salam 10 menit

Media :
1. Leaflet
2. Papan bolak-balik
VII. Sumber/ referensi:
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Vol.3. Jakarta : EGC
Evaluasi
Formatif : keluarga mampu memahami penatalaksanaan CK.
Sumatif :
keluarga dapat menjelaskan pengertian CK
keluarga dapat menjelaskan pemeriksaan diagnostik CK
keluarga dapat menjelaskan penatalaksanaan CK.
Yogyakarta, 05 Mei 2011

(Penyuluh)


LAMPIRAN MATERI
PENGERTIAN CK
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan & perlambatan (accelerasi - decelerasi), serta notasi (pergerakan pada kepala) sampai ke otak sebagai akibat perputaran (Mufti, 2009).

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK CK
Lab : GDA, kimia elektrolit darah, toksikolog
CT-scan atau MRI (bila perdarahannya kecil)
Rontgen kepala bila perlu (adanya depressed fracture)
Sinar-X medulla spinalis utk menyingkirkan trauma atau cedera medulla servikal
Angiografi cerebral à sirkulasi serebral
EEG
BAER : Brain Auditory Evoked à menentukan fungsi dari kortek dan batang otak
PET : Positron Emission Tomografi à menunjukkan aktiitas metabolisme pada otak
Pungsi lumbal berbahaya dan tidak mempunyai nilai yang berarti

PENATALAKSANAAN CK
Medikamentosa à mempertahankan homeostasis otak dan mencegah kerusakan sekunder
Tindakan terhadap peningkatan TIK : oksigenasi, mannitol, steroid, posisi antitrendelenburg & pemantauan TIK
Pencegahan kejang
Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi
Perlindungan jalan nafas
Pembedahan




ASPEK LEGAL ETIK

Inform consent
Non-Maleficience
Beneficience
Veracity
Fidelity

FUNGSI ADVOKASI

Perawat menjelaskan kepada keluarga akan tindakan-tindakan yang akan dilakukan untuk memulihkan dan mengetahui keadaan pasien.

JURNAL PENELITIAN

Sering pesta minuman keras secara dramatis dapat meningkatkan risiko stroke hemoragik, menurut penelitian Korea Selatan diterbitkan dalam Stroke: Journal of American Heart Association. Beberapa studi sebelumnya telah mengaitkan pesta minuman keras dengan risiko stroke meningkat. Tetapi hanya sedikit yang berfokus pada populasi Asia. Dibandingkan dengan non-peminum, peneliti menemukan: * Resiko stroke pendarahan (hemoragik) lebih dari 300 persen lebih tinggi di antara laki-laki drinkers.If pesta seseorang memiliki hemorrhagic stroke, maka pembuluh darah telah pecah, mengakibatkan pendarahan di otak, yang merusak sel-sel di dekatnya. National Institute of Neurological Gangguan dan Stroke menunjukkan bahwa stroke hemoragik membentuk Dalam siaran pers dari American Heart Association, sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Stroke: Journal of American Heart Association menemukan bahwa suatu teknik stimulasi otak non-invasif yang disebut Transcranial Direct Current Stimulasi,
Disclaimer: * DL (Doctor of Lymphology), PMD (Dokter of Preventive Medicine) adalah Non-sekuler, Non-Berlisensi & Non-Medis doktor. Zero Penyakit 6 - Dr Stephen Barat, DL, PMD * [non-sekuler]. April 18, 2011 | By Stroke Dalam Video | Dan diterbitkan dalam jurnal Scientific American pada bulan Juni tahun 1963, American Medical Association jurnal resmi pada bulan Desember 1963 dan Readers Digest pada bulan Januari 1964. Kemudian proyek penelitian medis terbesar yang pernah ditarik dari dalam sejarah wasMeanwhile, tidak ada kontroversi di SHT mempromosikan kedua embolus jantung jantung dan non ke otak. Sistolik, diastolik atau tekanan Mean yang penting dalam asal-usul stroke? Semua parameter yang penting, tetapi karya tulis sistolik berikut ini diterbitkan dalam jurnal stroke (2001) dari universitas yang indah dari Kupio Finlandia (lihat bawah) Ini adalah studi sangat dilakukan dan melemparkan wawasan besar ke dalam ilmu muncul baru hipertensi serebral Intra. Bahkan,. di antara orang dengan diabetes tipe 2, terjadi peningkatan dua sampai lima kali lipat resiko untuk stroke, sosok yang sangat signifikan dibandingkan dengan rekan-rekan non-diabetes. Namun demikian, hemorrhagic stroke kurang umum pada pasien diabetes bahkan dengan peningkatan penggunaan aspirin. Menurut sebuah studi yang dilakukan di Rumah Sakit Pusat Universitas Helsinki, Finlandia dan diterbitkan dalam jurnal Stroke pada bulan Februari 2004, hasil yang lebih buruk pada stroke biasanya berhubungan withHowever, bagi wanita yang merokok dan menggunakan kontrasepsi oral, studi ini menemukan risiko lebih tinggi hemorrhagic stroke . Laporan ini diterbitkan pada hari Kamis New England Journal of Medicine. Para peneliti, dipimpin oleh Dokter, mengidentifikasi tingkat stroke strokesHemorrhagic pada pasien yang diobati dengan apixaban sekitar dua pertiga dari mereka yang mengambil aspirin. Apixaban pengobatan dipotong setengah stroke menonaktifkan atau fatal pada orang yang tidak bisa mengambil warfarin, katanya, "yang merupakan aspirin utama dan enterik berlapis dan bervariasi dari 1 sampai 4 tablet Setengah dari semua tablet enterik tidak terbuka.. tablet aspirin non-enteric atau tablet aspirin secara lisan hancur seperti Fasprin seharusnya digunakan dalam study.And itu, yang percakapan, mudah-untuk-membaca format membuat Caplan's Stroke sumber daya yang ideal untuk ahli saraf umum, non-saraf, dan spesialis stroke sama . Membahas semua penyakit serebrovaskular untuk membantu Anda membedakan antara semua jenis stroke sehingga Anda dapat mengobati setiap pasien Mulai luas atas hampir semua aspek kerusakan otak iskemik dan perdarahan, digambarkan dengan baik, dan memiliki gaya yang seimbang yang hanya mungkin dalam karya-karya yang ditulis oleh seorang penulis tunggal.
http://www.scribd.com/doc/52759510/6/Etiologi-Stroke-Hemoragik

DAFTAR PUSTAKA
Syaifuddin.2006. Anatomi Fisiologi. Jakarta : EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi ed.3. Jakarta : EGC.
Doengoes, Marylinn E. 1999. Rencana asuhan keperawatan ed.3. Jakarta : EGC.
http : //panduankeperawatan.com
http : // hidayatz.wordpress.com/2009
Alpers, Ann. 2006. Buku ajar pediatri Rudolph ed.20. Jakarta : EGC.

ASKEP PARKINSON

DEFINISI
Penyakit Parkinson adalah penyakit saraf progresif yang berdampak terhadap respon mesenfalon dan pergerakan regulasi. Penyakit ini ini bersifat lambat yang menyerang usia pertengahan atau lanjut, dengan onset pada umur 50 sampai 60an.Tidak ditemukan sebab genetik yang jelas dan tidak ada pengobatan yang dapat menyembuhkannya
Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif progresif yang berkaitan erat dengan usia. Penyakit ini mempunyai karakteristik terjadinya degenerasi dari neuron dopaminergik pas substansia nigra pars kompakta, ditambah dengan adanya inklusi intraplasma yang terdiri dari protein yang disebut dengan Lewy Bodies. Neurodegeneratif pada parkinson juga terjadi pasa daerah otak lain termasuk lokus ceruleus, raphe nuklei, nukleus basalis Meynert, hipothalamus, korteks cerebri, motor nukelus

ETIOLOGI

Parkinson disebabkan oleh rusaknya sel-sel otak, tepatnya di substansi nigra. Suatu kelompok sel yang mengatur gerakan-gerakan yang tidak dikehendaki (involuntary). Akibatnya, penderita tidak bisa mengatur/menahan gerakan-gerakan yang tidak disadarinya. Mekanis-me bagaimana kerusakan itu belum jelas benar.
Penyakit Parkinson sering dihubungkan dengan kelainan neurotransmitter di otak faktor-faktor lainnya seperti :
1. Defisiensi dopamine dalam substansia nigra di otak memberikan respon gejala penyakit Parkinson,
2. Etiologi yang mendasarinya mungkin berhubungan dengan virus, genetik, toksisitas, atau penyebab lain yang tidak diketahui.

PATOFISIOLOGI

Dua hipotesis yang disebut juga sebagai mekanisme degenerasi neuronal ada penyakit Parkinson ialah: hipotesis radikal bebas dan hipotesis neurotoksin.
1.Hipotesis Radikal Bebas
Diduga bahwa oksidasi enzimatik dari dopamine dapat merusak neuron nigrotriatal, karena proses ini menghasilkan hidrogren peroksid dan radikal oksi lainnya. Walaupun ada mekanisme pelindung untuk mencegah kerusakan dari stress oksidatif, namun pada usia lanjut mungkin mekanisme ini gagal.
2.Hipotesis Neurotoksin
Diduga satu atau lebih macam zat neurotoksik berpera pada proses neurodegenerasi pada Parkinson.
Pandangan saat ini menekankan pentingnya ganglia basal dalam menyusun rencana neurofisiologi yang dibutuhkan dalam melakukan gerakan, dan bagian yang diperankan oleh serebelum ialah mengevaluasi informasi yang didapat sebagai umpan balik mengenai pelaksanaan gerakan. Ganglia basal tugas primernya adalah mengumpulkan program untuk gerakan, sedangkan serebelum memonitor dan melakukan pembetulan kesalahan yang terjadi seaktu program gerakan diimplementasikan. Salah satu gambaran dari gangguan ekstrapiramidal adalah gerakan involunter.


TANDA DAN GEJALA

Penyakit Parkinson memiliki gejala klinis sebagai berikut:
1.Bradikinesia (pergerakan lambat), hilang secara spontan,
2.Tremor yang menetap ,
3.Tindakan dan pergerakan yang tidak terkontrol,
4.Gangguan saraf otonom (sulit tidur, berkeringat, hipotensi ortostatik,
5.Depresi, demensia,
6.Wajah seperti topeng.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada setiap kunjungan penderita :
1.Tekanan darah diukur dalam keadaan berbaring dan berdiri, hal ini untuk mendeteksi hipotensi ortostatik.
2.Menilai respons terhadap stress ringan, misalnya berdiri dengan tangan diekstensikan, menghitung surut dari angka seratus, bila masih ada tremor dan rigiditas yang sangat, berarti belum berespon terhadap medikasi.
3.Mencatat dan mengikuti kemampuan fungsional, disini penderita disuruh menulis kalimat sederhana dan menggambarkan lingkaran-lingkaran konsentris dengan tangan kanan dan kiri diatas kertas, kertas ini disimpan untuk perbandingan waktu follow up berikutnya.
EEG (biasanya terjadi perlambatan yang progresif)
-CT Scan kepala (biasanya terjadi atropi kortikal difus, sulki melebar, hidrosefalua eks vakuo)


KOMPLIKASI

Komplikasi terbanyak dan tersering dari penyakit Parkinson yaitu demensia, aspirasi, dan trauma karena jatuh.

FAKTOR RESIKO

Penatalaksanaan medis dapat dilakukan dengan medikamentosa seperti:
1.Antikolinergik untuk mengurangi transmisi kolinergik yang berlebihan ketika kekurangan dopamin.
2.Levodopa, merupakan prekursor dopamine, dikombinasi dengan karbidopa, inhibitor dekarboksilat, untuk membantu pengurangan L-dopa di dalam darah dan memperbaiki otak.
3.Bromokiptin, agonis dopamine yang mengaktifkan respons dopamine di dalam otak.
4.Amantidin yang dapat meningkatkan pecahan dopamine di dalam otak.
Menggunakan monoamine oksidase inhibitor seperti deprenil untuk menunda serangan ketidakmampuan dan kebutuhan terapi levodopa.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan medis dapat dilakukan dengan medikamentosa seperti:
1.Antikolinergik untuk mengurangi transmisi kolinergik yang berlebihan ketika kekurangan dopamin.
2.Levodopa, merupakan prekursor dopamine, dikombinasi dengan karbidopa, inhibitor dekarboksilat, untuk membantu pengurangan L-dopa di dalam darah dan memperbaiki otak.
3.Bromokiptin, agonis dopamine yang mengaktifkan respons dopamine di dalam otak.
4.Amantidin yang dapat meningkatkan pecahan dopamine di dalam otak.
Menggunakan monoamine oksidase inhibitor seperti deprenil untuk menunda serangan ketidakmampuan dan kebutuhan terapi levodopa.



ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN
1.Kaji saraf kranial, fungsi serebral (koordinasi) dan fungsi motorik.
2.Observasi gaya berjalan dan saat melakukan aktivitas.
3.Kaji riwayat gejala dan efeknya terhadap fungsi tubuh.
4.Kaji kejelasan dan kecepatan bicara.
5.Kaji tanda depresi.

DIAGNOSA
1.Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kekakuan dan kelemahan otot.
2.Defisit parawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuskular,menurunya kekuatan,kehilangan kontrol otot/koordinasi.
3.Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan penurunan kemampuan bicara dan kekakuan otot wajah

INTERVENSI
I. Diagnosis dan Intervensi Keperawatan.
1. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kekakuan dan kelemahan otot.
Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam klien mampu melakukan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya.
Kriteria : klien dapat ikut srta dalam program latihan, tidak terjadi kontraktur sendi,bertambahnya kekuatan otot dan klien menunjukkan tidakan untuk meninktkan mobilitas
Intervensi
1. kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan
2. lakukan program latihan meningkatkan kekuatan otot.
3. anjurkan mandi hangan dan masase otot
4. bantu klien melakukan latihan ROM,perawatan diri sesuai toleransi
5. kolaborasi ahli fisioterapi untuk latihan fisik

2. Defisit parawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuskular,menurunya kekuatan,kehilangan kontrol otot/koordinasi.
Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam keperawatan diri klien terpenuhi
Kriteria : klien dapat menunjukkan perubahan hidup untuk kebutuhan merawat diri, klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan ,dan mengidentifikasi personal/masyarakat yang dapat membantu.
Intervensi
1. kaji kemampuan dan tingkat penurunan dan skala 0 – 4 untuk melakukan ADL
2. hindari apa yang tidak dapat dilakukan klien dan bantu bila perlu.
3. kolaborasi pemberian pencahar dan konsul ke dokter terapi okepasi
4. ajarkan dan dukung klien selama klien aktifitas
5. modifikasi lingkungan
6. harga didri yang negatif.



3. Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan penurunan kemampuan bicara dan kekakuan otot wajah ditandai dengan : DS: klien/keluarga mengatakan adanya kesulitan dalam berbicara DO: kata-kata sulit dipahami, pelo, wajah kaku.
Intervensi:
Tujuan: memaksimalkan kemampuan berkomunikasi.
• Jaga komplikasi pengobatan.
• Rujuk ke terapi wicara.
• Ajarkan klien latihan wajah dan menggunakan metoda bernafas untuk memperbaiki kata-kata, volume, dan intonasi.
•Nafas dalam sebelum berbicara untuk meningkatkan volume suara dan jumlah kata dalam kalimat setiap bernafas.
•Latih berbicara dalam kalimat pendek, membaca keras di depan kaca atau ke dalam perekam suara (tape recorder) untuk memonitor kemajuan.




DAFTAR PUSTAKA

http // :www.askep Parkinson blogspot.com
Doengoes, Marylin,1999. Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.

Elizabeth, J.Corwin. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Cetakan I. Penerbit : EGC, Jakarta.

ASKEP EPILEPSI

A.PENGERTIAN
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang berulang akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat reversibel
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik neron-neron otak secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan laboratorik

B.KLASIFIKASI
1.Berdasarkan penyebabnya dapat dibagi :
a.Epilepsi idiopatik : bila tidak di ketahui penyebabnya.
b.Epilepsi simtomatik : bila ada penyebabnya
2.Berdasarkan letak focus epilepsy atau tipe bangkitan:
Menurut klasifikasi Internasional Bangkitan Epilepsi (1981)
a.Bangkitan parsial atau fokal (partial seizure)
b.Bangkitan parsial sederhana (simple Partial)
-Motorik
-Sensorik
-Otonom
-Psikis
c.Bangkitan partial komplek (disertai gangguan kesadaran)
d.BAngkitan parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum
e.Bangkitan umum (Konvulsif atau non. Lonvulsif)
f.Bangkitan yang tidak terklarifikasi

C.ETIOLOGI

Penyebab pada kejang epilepsi sebagianbesara belum diketahui (Idiopatik) Sering terjadi pada:
1.Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
2.Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
3.Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
4.Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
5.Tumor Otak
6.kelainan pembuluh darah

D.PATOFISIOLOGI

Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjuta-jutaneron. Pada hakekatnya tugas neron ialah menyalurkan dan mengolah aktivitas listrik sarafyang berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps. Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan nerotransmiter. Acetylcholine dan norepinerprine ialah neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA (gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik sarafi dalam sinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik saran di otak yang dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui sinaps dan dendrit ke neron-neron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga seluruh belahan hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan demikian akan terlihat kejang yang mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar kebagian tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalami depolarisasi, aktivitas listrik dapat merangsang substansia retikularis dan inti pada talamus yang selanjutnya akan menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan dengan demikian akan terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.

E.TANDA DAN GEJALA

a.Manifestasi klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau gangguan penginderaan
b.Kelainan gambaran EEG
c.Tergantung lokasi dan sifat Fokus Epileptogen
d.Dapat mengalami Aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik (Aura dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, men cium bau-bauan tak enak, mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya)

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

a.CT Scan  untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan degeneratif serebral
b.Elektroensefalogram(EEG)  untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu serangan
c.magnetik resonance imaging (MRI)
d.kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.

G. PENATALAKSANAAN

1)Medik
•Pengobatan Kausal :
Perlu diselidiki apakah pasien masih menderita penyakit yang aktif, misalnya tumor serebri,hematome sub dural kronik. Bila ya, perlu diobati dahulu.
•Pengobatan Rumat :
Pasien epilepsi diberikan obat antikonvulsan secara rumat. Di klinik saraf anak FKUI-RSCM Jakarta, biasanya pengobatan dilanjutkan sampai 3 tahun bebas serangan, kemudian obat dikurangi secara bertahap dan dihentikan dalam jangka waktu 6 bulan. Pada umumnya lama pengobatan berkisar antara 2-4 tahun bebas serangan.Selama pengobatan harus diperiksa gejala intoksikasi dan pemeriksaan laboratorium secara berkala.

Obat yang dipakai untuk epilepsi yang dapat diberikan pada semua bentuk kejang
1.Fenobarbital, dosis 3-8 mg/kg BB/hari.
2.Diazepam, dosis 0,2 -0,5 mg/Kg BB/hari.
3.Diamox (asetazolamid); 10-90 mg/Kg BB/hari.
4.Dilantin (Difenilhidantoin), dosis 5-10 mg/Kg BB/hari.
5.Mysolin (Primidion), dosis 12-25 mg /Kg BB/hari.
Bila menderita spasme infantil diberikan :
1.Prednison dosisnya 2-3 mg/Kg BB/hari.
2.Dexametasone, dosis 0,2-0,3 mg/Kg BB/hari.
3.Adrenokortikotropin, dosis 2-4 mg/Kg BB/hari.

2.keperawatan
Masalah pasien yang perlu diperhatikan adalah resiko terjadinya bahaya akibat bangkitan epilepsi, gangguan rasa aman dan nyaman, resiko terjadi gangguan psikososial , kurang pengetahuan orang tua mengenai penyakit.





ASUHAN KEPERAWATAN

I.PENGKAJIAN
a.Riwayat kesehatan
•riwayat keluarga dengan kejang
•riwayat kejang demam
•tumor intrakranial
•trauma kepal terbuka, stroke
b.riwayat kejang
•berapa sering terjadi kejang
•gambaran kejang seperti apa
•apakah sebelum kejang ada tanda-tanda awal
•dapa yang dilakuakn pasien setelah kejang
c.riwayat penggunaan obat
•anama obat yang dipakai
•dosis obat
•berapa kali penggunaan obat
•kapan putus obat
d.pemeriksaan fisik
•tingkat kesadaran
•abnormal posisi mata
•perubahan pupil
•garakan motorik
•etingkah laku setelah kejang
•apnea
•cyanosis
•saliva banyak
•psikososial
•usia
•jenis kelamin
•pekerjaan
•peran dalam keluarga
•strategi koping yang digunakan
•gaya hidup dan dukungan yang ada
e.pengetahuan pasien dan keluarga
•kondisi penyakit dan pengobatan
•kondisi kronik
•kemampuan membaca dan belajar
f.pemeriksaan diagnostik
•laboratorium
•radiologi





II.DIAGNOSA KEPERAWATAN

Resiko tinggi tidak efektif jalan nafas, pola nafas b/d kerusakan persepsi.
Resiko injury b/d aktivitas kejang
Isolasi sosial b.d rendah diri terhadap keadaan penyakit dan stigma buruk penyakit epilepsi dalam masyarakat

III.INTERVENSI KEPERAWATAN
1.Dx: resiko tinggi tidak efektif jalan nafas, pola nafas b/d kerusakan persepsi
Intervensi:
Anjurkan pasien untuk mengosongkan mulut dari benda/zat tertentu/gigi palsu atau alat yang lain jika fase aura terjadi dan untuk menghindari rahang mengatup jika kejang terjadi tanpa ditandai gejala awal.
Letakkan pasien pada posisi miring, permukaan datar, miringkan kepala selama serangan kejang.
Tanggalkan pakaian pada daerah leher/abdomen.
Masukkan spatel lidah atau gulugan benda lunak sesuai dengan indiksi.
Lakukan penghisapan sesuai indikasi.
Berikan tambahan oksigen sesuai kebutuhan pada fase posiktal.
Siapkan untukmelakukan intubasi, jika ada indikasi

2.Resiko cedera b.d aktivitas kejang yang tidak terkontrol (gangguan keseimbangan).
Tujuan : Klien dapat mengidentifikasi faktor presipitasi serangan dan dapat meminimalkan/menghindarinya, menciptakan keadaan yang aman untuk klien, menghindari adanya cedera fisik, menghindari jatuh
Kriteria hasil : tidak terjadi cedera fisik pada klien, klien dalam kondisi aman, tidak ada memar, tidak jatuh
Intervensi Rasional
Identivikasi factor lingkungan yang memungkinkan resiko terjadinya cedera
•Jauhkan benda- benda yang dapat mengakibatkan terjadinya cedera pada pasien saat terjadi kejang
•Mengurangi terjadinya cedera seperti akibat aktivitas kejang yang tidak terkontrol
Pasang penghalang tempat tidur pasien Penjagaan untuk keamanan, untuk mencegah cidera atau jatuh
•Letakkan pasien di tempat yang rendah dan datar Area yang rendah dan datar dapat mencegah terjadinya cedera pada pasien
•Tinggal bersama pasien dalam waktu beberapa lama setelah kejang memberi penjagaan untuk keamanan pasien untuk kemungkinan terjadi kejang kembali
•Menyiapkan kain lunak untuk mencegah terjadinya tergigitnya lidah saat terjadi kejang lidah berpotensi tergigit saat kejang karena menjulur keluar
•Tanyakan pasien bila ada perasaan yang tidak biasa yang dialami beberapa saat sebelum kejang Untuk mengidentifikasi manifestasi awal sebelum terjadinya kejang pada pasien
Kolaborasi:
•Berikan obat anti konvulsan sesuai advice dokter
•Mengurangi aktivitas kejang yang berkepanjangan, yang dapat mengurangi suplai oksigen ke otak
Edukasi:
•Anjurkan pasien untuk memberi tahu jika merasa ada sesuatu yang tidak nyaman, atau mengalami sesuatu yang tidak biasa sebagai permulaan terjadinya kejang.
•Berikan informasi pada keluarga tentang tindakan yang harus dilakukan selama pasien kejang Melibatkan keluarga untuk mengurangi resiko cedera
3. Isolasi sosial b.d rendah diri terhadap keadaan penyakit dan stigma buruk penyaki tepilepsi dalam masyarakat
Tujuan: mengurangi rendah diri pasien
Kriteria hasil:
- adanya interaksi pasien dengan lingkungan sekitar
- menunjukkan adanya partisipasi pasien dalam lingkungan masyarak

Intervensi Rasional

•Identifikasi dengan pasien, factor- factor yang berpengaruh pada perasaan isolasi sosial pasien
•Memberi informasi pada perawat tentang factor yang menyebabkan isolasi sosial pasien
Mandiri
•Memberikan dukungan psikologis dan motivasi pada pasien
•Dukungan psikologis dan motivasi dapat membuat pasien lebih percaya diri
Kolaborasi:
•Kolaborasi dengan tim psikiater
•Konseling dapat membantu mengatasi perasaan terhadap kesadaran diri sendiri.

Edukasi:
•Anjurkan keluarga untuk memberi motivasi kepada pasien
•Keluarga sebagai orang terdekat pasien, sangat mempunyai pengaruh besar dalam keadaan psikologis pasien
•Memberi informasi pada keluarga dan teman dekat pasien bahwa penyakit epilepsi tidak menular Menghilangkan stigma buruk terhadap penderita epilepsi (bahwa penyakit epilepsi dapat menular).


DAFTAR PUSTAKA

http // :www.askep epilepsi blogspot.com
Doengoes, Marylin,1999. Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.

Elizabeth, J.Corwin. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Cetakan I. Penerbit : EGC, Jakarta.

ASKEP TETANUS,TETANUS NEONATORUM

A.PENGERTIAN
Tetanus adalah penyakit infeksi yang ditandai oleh kekakuan dan kejang otot, tanpa disertai gangguan kesadaran, sebagai akibat dari toksin kuman closteridium tetani.

B.ETIOLOGI

Sering kali tempat masuk kuman sulit diketahui tetapi suasana anaerob seperti pada luka tusuk, lukakotor, adanya benda asing dalam luka yang menyembuh , otitis media, dan caries gigi, menunjang berkembang biaknya kuman yang menghasilkan endotoksin.

C.PATOFISIOLOGI

Bentuk spora dalam suasana anaerob dapat berubah menjadi kuman vegetatif yang menghasilkan eksotoksin. Toksin ini menjalar intrakasonal sampai ganglin/simpul saraf dan menyebabkan hilangnya keseimbangan tonus otot sehingga terjadi kekakuan otot baik lokal maupun mnyeluruh. Bila toksin banyak, selain otot bergaris, otot polos dan saraf otak juga terpengaruh.
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular.
Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya.
Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada orang dewasa sirkulasi otak mencapai 15 % dari seluruh tubuh. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.
PROGNOSIS
Bila periode”periode of onset” pendek penyakit dengan cepat akan berkembang menjadi berat.
D.TANDA DAN GEJALA

- Kekakuan otot, disusul dengan kesulitan membuka mulut (trismus).
- Diikuti gejala risus sardonikus,kekauan otot dinding perut dan ekstremitas (fleksi pada lengan bawah, ekstensi pada telapak kaki).
- Pada keadaan berat, dapat terjadi kejang spontan yang makin lama makin sering dan lama, gangguan saraf otonom seperti hiperpireksia, hiperhidrosis,kelainan irama jantung dan akhirnya hipoksia yang berat.
- Bila periode”periode of onset” pendek penyakit dengan cepat akan berkembang menjadi berat
Untuk memudahkannya tingkat berat penyakit dibagi :
1. Ringan : hanya trismus dan kejang lokal
2. Sedang : mulai terjadi kejang spontan yang semakin sering, trismus yang tampak nyata, opistotonus dan kekauan otot yang menyeluruh.

E.TEST DIAGNOSTIK

Tergantung sarana yang tersedia dimana pasien dirawat, pemeriksaannya meliputi :
1.Darah
Glukosa Darah:Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl)
BUN:Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
Elektrolit:K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
2.Skull Ray:Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
3.EEG:Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya normal.

F.KOMPLIKASI
• Bronkopneumoni
• Asfiksia dan sianosis

G.PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya , penatalaksanaan tetanus bertujuan :
a. Eliminasi kuman
•Debridement
untuk menghilangkan suasana anaerob, dengan cara membuang jaringan yang rusak, membuang benda asing, merawat luka/infeksi, membersihkan liang telinga/otitis media, caries gigi.
•Antibiotika
penisilna prokain 50.000-100.000 ju/kg/hari IM, 1-2 hari, minimal 10 hari. Antibiotika lain ditambahkan sesuai dengan penyulit yang timbul.
b. Netralisasi toksin
Toksin yang belum melekat di jaringan.Dapat diberikan ATS 5000-100.000 KI
c. perawatan suporatif
Perawatan penderita tetanus harus intensif dan rasional :
•Nutrisi dan Cairan
- pemberian cairan IV sesuaikan jumlah dan jenisnya dengan keadaan penderita, seperti sering kejang, hiperpireksia dan sebagainya.
- beri nutrisi tinggi kalori, bila perlu dengan nutrisi parenteral
- bila sounde naso gastrik telah dapat dipasang (tanpa memperberat kejang) pemberian makanan peroral hendaknya segera dilaksanakan.

•Menjaga agar nafas tetap efisien
- pembersihan jalan nafas dari lendir
- pemberian zat asam tambahan
- bila perlu , lakukan trakeostomi (tetanus berat)

•Mengurangi kekakuan dan mengatasi kejang
- antikonvulsan diberikan secara tetrasi, disesuaikan dengan kebutuhan dan respon klinis.
- pada penderita yang cepat memburuk (serangan makin sering dan makin lama), pemberian antikonvulsan dirubah seperti pada awal terapi yaitu mulai lagi dengan pemberian bolus, dilanjutkan dengan dosis rumatan.
Pengobatan rumat seperti Fenobarbital dosis maintenance : 8-10 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari pertama, kedua diteruskan 4-5 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari berikutnya
- bila dosis maksimal telah tercapai namun kejang belum teratasi , harus dilakukan pelumpuhan obat secara total dan dibantu denga pernafasan mekanik (ventilator)

•Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah :
1.Semua pakaian ketat dibuka
2.Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
3.Usahakan agar jalan napas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen
4.Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen


H.ASUHAN KEPERAWATAN

A.PENGKAJIAN
a. Data subyektif
1.Biodata/Identitas
Biodata klien mencakup nama, umur, jenis kelamin.
Biodata dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.
2.Keluhan utama kejang
3.Riwayat Penyakit (Darto Suharso, 2000)
Riwayat penyakit sekarang yang menyertai
Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA, Morbili dan lain-lain.
4.Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang terjadi untuk pertama kali ?
Apakah ada riwayat trauma kepala, luka tusuk, lukakotor, adanya benda asing dalam luka yang menyembuh , otitis media, dan caries gigi, menunjang berkembang biaknya kuman yang menghasilkan endotoksin.
5.Riwayat kesehatan keluarga.
Kebiasaan perawatan luka dengan menggunakan bahan yang kurang aseptik.
6.Riwayat sosial
Hubungan interaksi dengan keluarga dan pekrjaannya
7.Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan
Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana ?
Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang kesehatan, pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan medis ?
Pola nutrisi
•Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi Ditanyakan bagaimana kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh klien ?
•Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak ?
•Bagaimana selera makan anak ?
•Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya per hari ?
Pola Eliminasi :
BAK:ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah ? Serta ditanyakan apakah disertai nyeri saat kencing.
BAB:ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak ? Bagaimana konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir ?
Pola aktivitas dan latihan
Pola tidur/istirahat
Berapa jam sehari tidur ? Berangkat tidur jam berapa ? Bangun tidur jam berapa ? Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang ?

b. Data Obyektif
1.Pemeriksaan Umum (Corry S, 2000 hal : 36)
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan neurologi.
2.Pemeriksaan Fisik
•Kepala dan Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada pasien.
•Muka/ Wajah.
Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ? Apakah ada gangguan nervus cranial ?
•Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?
•Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran.
•Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan napas ? Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya ?
•Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynusitis? Bagaimana keadaan lidah? Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada caries gigi ?
•Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda-tanda infeksi faring, cairan eksudat ?
•Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ? Adakah pembesaran vena jugulans ?
•Thorax
Pada insfeksi: amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan, frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi Intercostale ?
Pada auskultasi,:adakah suara napas tambahan ?
•Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ? Adakah bunyi tambahan ? Adakah bradicardi atau tachycardia ?
•Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ? Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus ? Adakah pembesaran lien dan hepar ?
•Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Apakah terdapat oedema, hemangioma ? Bagaimana keadaan turgor kulit ?
•Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang? Bagaimana suhunya pada daerah akral ?
•Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, tanda-tanda infeksi ?

Diagnosa keperawatan yang muncul adalah :
1.Risiko cedera fisik berhubungan dengan serangan kejang berulang.
2.Risiko ketidak efektifan jalan nafas berhubungan dengan sekunder dari depresi pernafasan
3.Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi sekret yang berlebihan pada jalan nafas.
4.Kurangnya pengetahuan keluarga tentang penanganan penyakitnya berhubungan dengan keterbatasan informasi.
5.Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan reaksi eksotoksin



DAFTAR PUSTAKA
Lynda Juall C, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Penerjemah Monica Ester, EGC, Jakarta
Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I Made, EGC, Jakarta
Santosa NI, 1989, Perawatan I (Dasar-Dasar Keperawatan), Depkes RI, Jakarta.
Suharso Darto, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, F.K. Universitas Airlangga, Surabaya.

ASKEP ULKUS DIKUBITUS

A.Definisi

Ulkus dekubitus adalah kerusakan kulit yang terjadi akibat kekurangan aliran darah dan iritasi pada kulit yang menutupi tulang yang menonjol, dimana kulit tersebut mendapatkan tekanan dari tempat tidur, kursi roda, gips, pembidaian atau benda keras lainnya dalam jangka panjang.
Bagian tubuh yang sering mengalami ulkus dekubitus adalah bagian dimana terdapat penonjolan tulang, yaitu sikut, tumit, pinggul, pergelangan kaki, bahu, punggung dan kepala bagian belakang. Ulkus dekubitus terjadi jika tekanan yang terjadi pada bagian tubuh melebihi kapasitas tekanan pengisian kapiler dan tidak ada usaha untuk mengurangi atau memperbaikinya sehingga terjadi kerusakan jaringan yang menetap. Bila tekanan yang terjadi kurang dari 32 mmHg atau ada usaha untuk memperbaiki aliran darah ke daerah tersebut maka ulkus dekubitus dapat dicegah.
Menurut Webster's New Riverside University Dictionar, definisi ulkus adalah suatu inflamasi, sering suatu lesi yang bernanah pada kulit atau mukosa permukaan tubuh internal, seperti duodenum, yang menghasilkan jaringan nekrosis. (An inflammatory, oftensuppurating lesion on the skin or an internal mucosal surface of the body, as in the duodenum, resulting in necrosis of the tissue). Dorland's Medical Dictionary menggambarkan bahwa ulkus (Latin, ulcus; Yunani, heliosis) adalah suatu kerusakan pada permukaan organ atau jaringan yang terjadi akibat inflamasi jaringan nekrosis.
Menurut National Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP) tahun 1989, ulkus dekubitus adalah suatu daerah tertekan yang tidak nyeri dengan batas yang tegas, biasanya batas penonjolan tulang, yang mengakibatkan terjadi iskemik, kematian sel dan nekrosis jaringan. (As an area of unrelieved pressure over a defined area, usually over a bony prominence, resulting in ischemia, cell death, and tissue necrosis).
Morbiditas dan mortalitas pasien yang mempunyai predisposisi untuk terjadinya ulkus dekubitus akan meningkat karena ada kemungkinan terjadinya komplikasi berupa infeksi. Infeksi adalah komplikasi penting dan sering pada ukus dekubitus. Infeksi yang terjadi pada ulkus dekubitus dapat melibatkan kuman aerob dan anaerob.
Kuman yang sering dijumpai pada ulkus dekubitus adalah Proteus mirabilis, group D streptococci, Escherichia coli,Staphylococcus species,Pseudomonas species, danCorynebacterium. Pasien dengan bakterimia lebih sering terinfeksi denganBacter oides sp pada ulkus dekubitusnya yang ditandai dengan bau yang tidak sedap, leukositosis, demam, hipotensi, peningkatan denyut jantung dan perubahan status mental. Bakterimia terjadi pada 3,5 pasien di antara 10.000.
Mortalitas pada pasien dengan ulkus dekubitus meningkat sampai 50%. Sekitar 60.000 orang meninggal setiap tahun karena ulkus dekubitus dan mortalitas meningkat menjadi empat sampai lima kali. Mortalitas dan morbiditas ini meningkat dengan terjadinya osteomyelitis, amiloidosis sistemik, selulitis, abses sinus, arthritis septic, karsinoma sel skuamousa, fistula periuretra dan osifikasi heterotopik.



B.Eiologi dan Faktor resiko

Terbentuknya ulkus dekubitus dipengaruhi oleh banyak faktor, tetapi tekanan yang menyebabkan iskemik adalah penyebab utama. Setiap jaringan mempunyai kemampuan untuk mengatasi terjadinya iskemik akibat tekanan, tetapi tekanan yang lama dan melewati batas pengisian kapiler akan menyebakan kerusakan jaringan yang menetap.
Penyebab ulkus dekubitus lainnya adalah kurangnya mobilitas, kontraktur, spastisitas, berkurangnya fungsi sensorik, paralisis, insensibilitas, malnutrisi, anemia, hipoproteinemia, dan infeksi bakteri. Selain itu, usia yang tua, perawatan di rumah sakit yang lama, orang yang kurus, inkontinesia urin dan alvi, merokok, penurunakesadaran mental dan penyakit lain (seperti diabetes melitus dan gangguan vaskuler) akan mempermudah terjadinya ulkus dekubitus.


C.Patofisiologi

Faktor patofisiologi (faktor instrinsik atau sekunder) terbentuknya ulkus dekubitus meliputi demam, anemia, infeksi, iskemik, hipoksemia, hipotensi, malnutrisi, trauma medula spinalis, penyakit neurologi, kurus, usia yang tua dan metabolisme yang tinggi.
Selama penuaan, regenerasi sel pada kulit menjadi lebih lambat sehingga kulit akan tipis (tortora & anagnostakos, 1990). Kandungan kolagen pada kulit yang berubah menyebabkan elastisitas kulit berkurang sehingga rentan mengalami deformasi dan kerusakan. Kemampuan sistem kardiovaskuler yang menurun dan sistem arteriovenosus yang kurang kompeten menyebabkan penurunan perfusi kulit secara progresif. Sejumlah penyakit yang menimbulkan ulkus dekubitus seperti DM yang menunjukkan insufisiensi kardiovaskuler perifer dan penurunan fungsi kardiovaskuler seperti pada sistem pernapasan menyebabkan tingkat oksigenisasi darah pada kulit menurun. Gizi yang kurang dan anemia memperlambat proses penyembuhan pada ulkus dekubitus.
Hipoalbuminemia yang mempermudah terjadinya dekubitus dan memperjelek penyembuhan dekubitus, sebaliknya bila ada dekubitus akan menyebabkan kadar albumin darah menurun. Pada orang malnutrisi, ulkus dekubitus lebih mudah terbentuk daripada orang normal. Oleh karena itu, faktor nutrisi ini juga penting dalam patofisiologi terbentuknya ulkus dekubitus.




D.Tanda dan gejala

Setiap bagian tubuh dapat terkena ulkus dekubitus, tetapi bagian tubuh yang paling sering terjadi ulkus dekubitus adalah daerah tekanan dan penonjolan tulang. Bagian tubuh yang sering terkena ulkus dekubitus adalah tuberositas ischi (30%)i,trochanter mayor(20%), sacrum (15%), tumit (10%), lutut, maleolus, siku, jari kaki,scapulaedan processus spinosus vertebrae. Tingginya frekuensi tersebut tergantung pada posisi penderita.
Gejala klinik yang tampak oleh penderita, biasanya berupa kulit yang kemerahan sampai terbentuknya suatu ulkus. Kerusakan yang terjadi dapat meliputi dermis, epidermis, jaringan otot sampai tulang. Berdasarkan gejala klinis, NPUAP mengklasifikasikan ulkus dekubitus menjadi empat stadium, yakni:
1.Stadium 1
Ulserasi terbatas pada epidermis dan dermis dengan eritema pada kulit. Penderita dengan sensibilitas baik akan mengeluh nyeri. Stadium ini umumnya reversibel dan dapat sembuh dalam 5 - 10 hari
2.Stadium 2
Ulserasi mengenai epidermis, dermis dan meluas sampai ke jaringan adiposa.Terlihat eritema dan indurasi. Stadium ini dapat sembuh dalam 10 - 15 hari.


Gejala klinik yang tampak oleh penderita, biasanya berupa kulit yang kemerahan sampai terbentuknya suatu ulkus. Kerusakan yang terjadi dapat meliputi dermis, epidermis, jaringan otot sampai tulang. Berdasarkan gejala klinis, NPUAP mengklasifikasikan ulkus dekubitus menjadi empat stadium, yakni:
1.Stadium 1
Ulserasi terbatas pada epidermis dan dermis dengan eritema pada kulit. Penderita dengan sensibilitas baik akan mengeluh nyeri. Stadium ini umumnya reversibel dan dapat sembuh dalam 5 - 10 hari.
2.Stadium 2
Ulserasi mengenai epidermis, dermis dan meluas sampai ke jaringan adiposa.Terlihat eritema dan indurasi. Stadium ini dapat sembuh dalam 10 - 15 hari.
3.Stadium 3
Ulserasi meluas sampai ke lapisan lemak subkutis, dan otot sudah mulai terganggu dengan adanya edema, inflamasi, infeksi dan hilangnya struktur fibril. Tepi ulkus tidak teratur dan terlihat hiper atau hipopigmentasi dengan fibrosis. Kadang-kadang terdapat anemia dan infeksi sistemik. Biasanya sembuh dalam 3- 8 minggu.
4.Stadium 4
Ulserasi dan nekrosis meluas mengenai fasia, otot, tulang serta sendi. Dapat terjadi artritis septik atau osteomielitis dan sering disertai anemia. Dapat sembuh dalam 3 - 6 bulan.

Berdasarkan waktu yang diperlukan untuk penyembuhan dari suatu ulkus dekubitus dan perbedaan temperatur dari ulkus dengan kulit sekitarnya, dekubitus dapat dibagi menjadi tiga:
1.Tipe normal
Mempunyai beda temperatur sampai dibawah lebih kurang 2,5oC dibandingkan kulit sekitarnya dan akan sembuh dalam perawatan sekitar 6 minggu. Ulkus ini terjadi karena iskemia jaringan setempat akibat tekanan, tetapi aliran darah dan pembuluh-pembuluh darah sebenarnya baik.
2.Tipe arterioskelerosis
Mempunyai beda temperatur kurang dari 1oC antara daerah ulkus dengan kulit sekitarnya. Keadaan ini menunjukkan gangguan aliran darah akibat penyakit pada pembuluh darah (arterisklerotik) ikut perperan untuk terjadinya dekubitus disamping faktor tekanan. Dengan perawatan, ulkus ini diharapkan sembuh dalam 16 minggu.
3.Tipe terminal
Terjadi pada penderita yang akan meninggal dunia dan tidak akan sembuh. Satu hal penting yang harus diperhatikan sebagai ciri ulkus dekubitus adalah adanya bau yang khas, sekret luka, jaringan parut, jaringan nekrotik, dan kotoran yang berasal dari inkontinensia urin dan alvi. Ciri tersebut dapat menunjukkan kontaminasi bakteri pada ulkus dekubitus dan penting untuk penatalaksanaan.
Komplikasi sering terjadi pada stadium 3 dan 4 walaupun dapat juga pada ulkus yang superfisial. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain infeksi (sering brsifat multibakterial, baik yang aerobik atau pun anerobik), keterlibatan jaringan tulang dan sendi seperti periostitis, osteitis, osteomielitis, artritis septik, septikemia, anemia, hipoalbuminemia, bahkan kematian.



E.Diagnostik test

Diagnosis ulkus dekubitus biasanya tidak sulit. Diagnosisnya dapat ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik saja. Tetapi untuk menegakkan diagnosis ulkus dekubitus diperlukan beberapa pemeriksaan laboratorium dan penujang lainnya.
Beberapa pemeriksaan yang penting untuk membantu menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan ulkus dekubitus adalah
1.Kultur dan analisis urin
Kultur ini dibutuhakan pada keadaan inkontinensia untuk melihat apakah ada masalah pada ginjal atau infeksi saluran kencing, terutama pada trauma medula spinalis.
2.Kultur Tinja
Pemeriksaan ini perlu pada keadaan inkontinesia alvi untuk melihat leukosit dan toksin Clostridium difficile ketika terjadi pseudomembranous colitis.
3.Biopsi
Biopsi penting pada keadaan luka yang tidak mengalami perbaikan dengan pengobatan yang intensif atau pada ulkus dekubitus kronik untuk melihat apakah terjadi proses yang mengarah pada keganasan. Selain itu, biopsi bertujuan untuk melihat jenis bakteri yang menginfeksi ulkus dekubitus. Biopsi tulang perlu dilakukan bila terjadi osteomyelitis.
4.Pemeriksaan Darah
Untuk melihat reaksi inflamasi yang terjadi perlu diperiksa sel darah putih dan laju endap darah.Kultur darah dibutuhkan jika terjadi bakteremia dan sepsis.
5.Keadaan Nutrisi
Pemeriksaan keadaan nutrisi pada penderita penting untuk proses penyembuhan ulkus dekubitus. Hal yang perlu diperiksa adalah albumin level, prealbumin level, transferrin level, dan serum protein level,
6.Radiologis
Pemeriksaan radiologi untuk melihat adanya kerusakan tulang akibat osteomyelitis. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan sinar-X,scan tulang atau MRI.

F.Penatalaksanaan

Penatalaksanaan ulkus dekubitus harus dilakukan dengan baik dan terpadu, karena proses penyembuhannya yang membutuhkan waktu yang lama. Agency for Health Care Policy and Research (AHCPR) telah membuat standar baku dalam penatalaksanaan ulkus dekubitus (Bergstrom, 1994). Ketika ulkus dekubitus telah terbentuk, maka pengobatan harus diberikan dengan segera. Pengobatan yang diberikan dapat berupa tempat tidur yang termodifikasi baik untuk penderita ulkus dekubitus, pemberian salap, krim,ointment,solution, kasa, gelombang ultrasonik, atau lampu panas ultraviolet, gula, dan tindakan bedah.Pemilihan terapi, tergantung pada stadium ulkus dekubitus dan tujuan pengobatan.seperti proteksi, pelembaban dan membuang jaringan nekrosis. Hal yang harus diperhatikan dalam penatalaksanaan ulkus dekubitus adalah.
a.Perawatan luka harus dibedakan ke dalam metode operatif dan nonoperatif.
b.Perawatan luka dengan metode nonoperatif dilakukan untuk ulkus dekubitus stadium 1 dan 2, sedangkan untuk stadium 3 dan 4 harus menggunakan metode operatif.
c.Sekitar 70-90% ulkus dekubitus adalah superfisial dan sembuh dengan penyembuhan sekunder.
d.Mengurangi tekanan lebih lanjut pada daerah ulkus.Secara umum penatalaksanaan ulkus dekubitus dibagi menjadi nonmedikamentosa dan medikamentosa.
1.Nonmedikamentosa
Penatalaksanaan ulkus dekubitus dengan nonmedikamentosa adalah meliputi pengaturan diet dan rehabilitasi medik. Seperti telah disebutkan di atas, nutrisi adalah faktor risiko untuk terjadinya ulkus dekubitus.Pemberian diet yang tinggi kalori, protein, vitamin dan mineral akan meningkatkan status gizi penderita ulkus dekubitus. Meningkatnya status gizi penderita ini akan memperbaik sistem imun penderita sehingga mempercepat penyembuha ulkus dekubitus.
Terapi rehabilitasoi medik yang diberikan untuk penyembuhan ulkus dekubitus adalah dengan radiasi infra merah, short wave diathermy, dan pengurutan. Tujuan terapi ini adalah untuk memberikan efek peningkatan vaskularisasi sehibgga dapat membantu penyembuhan ulkus. Sedangkan penggunaan terapi ultrasonik, sampai saat ini masih terus diselidiki manfaatnya terhadap terapi ulkus dekubitus.
2.Medikamentosa
Penatalaksanaan ulkus dekubitus dengan metode medikamentosa meliputi:
1.Mempertahankan keadaan bersih pada ulkus dan sekitarnya Keadaan tersebut akan menyebabkan proses penyembuhan luka lebih cepat dan baik. Untuk hal tersebut dapat dilakukan kompres, pencucian, pembilasan, pengeringan dan pemberian bahan-bahan topikal seperti larutan NaC1 0,9%, larutan H202 3% dan NaC10,9%, larutan plasma dan larutan Burowi serta larutan antiseptik lainnya.
Kompres yang diberikan pada ulkus dekubitus adalah semipermiabel dan tertutup, yang memungkinkan terjadinya pertukaran gas dan transfer penguapan air dari kulit dan mencegah maserasi kulit. Selain itu, kompres dapat mencegah terjadinya infeksi sekunder dan mencegah faktor trauma. Tetapi, kompres ini tidak berfungsi baik pada pasien dengan diaforesis dan eksudat yang banyak.
Beberapa kategori untuk kompres dan topikal yang dapat digunakan adalah antimikrobial, moisturizer,emollient, topical circulatory stimulant, kompres semipermiabel, kompres kalsium alginate, kompres hidrokoloid dan hidrogel, penyerap eksudat, kompres dari basah/lembab ke kering dan ezim dan cairan atau gel pembentuk film.
2.Mengangkat jaringan nekrotik.
Adanya jaringan nekrotik pada ulkus akan menghambat aliran bebas dari bahan yang terinfeksi dan karenanya juga menghambat pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi. Oleh karena itu pengangkatan jaringan nekrotik akan mempercepat proses penyembuhan ulkus. Terdapat 7 metode yang dapat dilakukan antara lain,
• Autolytic debridement. Metode ini menggunakan balutan yang lembab untuk memicu autolisis oleh enzim tubuh. Prosesnya lambat tetapi tidak menimbulkan nyeri.
• Biological debridement, or maggot debridement therapy.Metode ini menggunakanmaggot (belatung) untuk memakan jaringan nekrosis. Oleh karena itu dapat membersihkan ulkus dari bakteri. Pada Januari 2004,FDAmenyetujuimaggot sebagai live medical devic untuk ulkus dekubitus.
• Chemical debridement, or enzymatic debridement. Metode ini menggunakan enzim untuk membuang jaringan nekrosis.
• Mechanical debridement.Teknik ini menggunakan gaya untuk membuang jaringan nekrosis. Caranya dengan menggunakan kasa basah lalu membiarkannya kering di atas luka kemudian mengangkatnya. Teknik ini kurang baik karena kemungkinan jaringan yang sehat akan ikut terbuang. Pada ulkus stadium 4, pengeringan yang berlebihan dapat memicu terjadinya patah tulang atau pengerasan ligamen.
• Sharp debridement. Teknik ini menggunakan skalpel atau intrumen serupa untuk membuang jaringan yang sudah mati.
• Surgical debridement. Ini adalah metode yang paling dikenal. Ahli bedah dapat membuang jaringan nekrosis dengan cepat tanpa menimbulkan nyeri.
• Ultrasound-assisted wound therap. Metode ini memisahkan jaringan nekrosis dari jaringan yang sehat dengan gelombang ultrasonik.3. Menurunkan dan mengatasi infeksi.
Perlu pemeriksaan kultur dan tes resistensi. Antibiotika sistemik dapat diberikan bila penderita mengalami sepsis dan selulitis. Ulkus yang terinfeksi harus dibersihkan beberapa kali sehari dengan larutan antiseptik seperti larutan H202 3%, povidon iodin 1%, seng sulfat 0,5%. Radiasi ultraviolet (terutama UVB) mempunyai efek bakterisidal.
Antibiotik sistemik kurang dianjurkan untuk pengobatan ulkus dekubitus karena akan menimbulkan resistensi. Antibiotik sistemik yang dapat diberikan meliputi gologan penicillins, cephalosporins, aminoglycosides, fluoroquinolones, dans ulfonam ides. Antibiotik lainnya yang dpat digunakan adalahclindamycin,metronidazole dan trimethoprim.
3.Merangsang dan membantu pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi.Untuk mempercepat pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi pada ulkus dekubitus sehingga mempercepat penyembuhan dapat diberikan:
• Bahan-bahan topikal misalnya: salep asam salisilat 2%, preparat seng (ZnO, ZnSO4).
• Oksigen hiperbarik; selain mempunyai efek bakteriostatik terhadap sejumlah bakteri, juga mempunyai efek proliferatif epitel, menambah jaringan granulasi dan memperbaiki keadaan vaskular.
4.Tindakan bedah
Tindakan bedah bertujuan untuk membersihkan ulkus dan mempercepat penyembuhan dan penutupan ulkus, terutama ulkus dekubitus stadium III& IV dan karenanya sering dilakukan tandur kulit, myocutaneous flap, skin graft serta intervensi lainnya terhadap ulkus. Intervensi terbaru terhadap ulkus dekubitus adalah Negative Pressure Wound Therapy, yang merupakan aplikasi tekanan negatif topikal pada luka. Teknik ini menggunakan busa yang ditempatkan pada rongga ulkus yang dibungkus oleh sebuah lapisan yang kedap udara. Dengan demikian, eksudat dapat dikeluarkan dan material infeksi ditambahkan untuk membantu tubuh membentuk jaringan granulasi dan membentuk kulit baru. Terapi ini harus dievaluasi setiap dua minggu untuk menetukan terapi selanjutnya





ASUHAN KEPERAWATAN


1.Pengkajian

a)Aktivitas/ istirahat
Tanda : penurunan kekuatan, ketahanan, keterbatasan rentang gerak.pada area yang sakit gangguannya misalnya otot perubahan tunas.

b) Sirkulasi
Tanda : hipoksia, penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cidera, vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin, pembentukan edema jaringan.

c) Eleminasi
Tanda : keluaran urin menurun adalah tidak adanya pada fase darurat, warna mungkin hitam kemerahan , bila terjadi, mengidentifiasi kerusakan otot.
d)Makanan/cairan
Tanda : edema jaringan umum, anoreksia, mual dan muntah.

e) Neurosensori
Gejala : area kebas/kesemutan

f) Pernapasan
Gejala :menurunnya fungsi medulla spinalis, edema medulla, kerusakan neurology, paralysis abdominal dan otot pernapasan.

g) Integritas ego
Gejala : masalah keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda : ansietas, menangis, ketergantungan, mmenarik diri, marah.

h) Keamanan
Tanda : adanya fraktur akibat dilokasi (jatuh, kecelakaan, kontraksi otot tetanik, sampai dengan syok listrik).

2.Diagnosa Keperawatan

1. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan destruksi mekanis jaringan sekunder terhadap tekanan, gesekan dan fraksi.
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan pembatasan gerak yang diharuskan, status yang dikondisikan, kehilangan control motorik akibat perubahan status mental.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan pemasukkan oral.
4. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemajanan dasar dekubitus, penekanan respons inflamasi.
5.Risiko tinggi terhadap inefektif penatalaksanaan regimen terapeutik berhubungan dengan ketidakcukupan pengetahuan tentang etiologi, pencegahan, tindakan dan perawatan dirumah.


3.Intervensi dan Implementasi

1.Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan destruksi mekanis jaringan sekunder terhadap tekanan, gesekan dan fraksi.
Tujuan: Kerusakan integritas kulit dapat teratasi dalam 3x24 jam

- Terapkan prinsip pencegahan luka dekubitus.
R : prinsip pencegahan luka dekubitus, meliputi mengurangi atau merotasi tekanan dari jaringan lunak.
- Atur posis pasien senyaman mungkin.
R : meminimalkan terjadinya jaringan yang terkena dekubitus.
- Balut luka dengan balutan yang mempertahankan kelembaban lingkungan diatas dasar luka.
R : luka yang lembab dapat mempercepat kesembuhan.

2.Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan pembatasan gerak yang diharuskan, status yang dikondisikan, kehilangan control motorik akibat perubahan status mental.
Tujuan: Mobilitas fisik dapat berangsur angsur normal dalam 3x24 jam

- Dukungan mobilisasi ketingkat yang lebih tinggi.
R : gerakan teratur menghilangkan tekanan konsisten diatas tonjolan tulang.
- Bantu/dorong perawatan diri/kebersihan, seperti mandi.
R : meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi, meningkatkan control pasien dalam situasi dan peningkatan kesehatan lingkungan.
- Berikan perhatian khusus pada kulit.
R : penelitian menunjukkan bahwa kulit sangat rentan untuk mengalami kerusakan karena konsentrasi berat badan.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak mampuan pemasukkan oral.
Tujuan:Pemasukan oral atau nutrisi dapat terpenuhi setelah 3x24 jam

- Beri makan dalm jumlah kecil, sering dan dalam keadaan hangat.
R : membantu mencegah distensi gaster/ketidaknyamanan dan meningkatkan pemasukkan, menambah napsu makan.
- Bantu kebersihan oral sebelum makan.
R : mulut/peralatan bersih meningkatkan napsu makan yang baik.
- Pertahankan kalori yang ketat.
R : pedoman tepat untuk pemasukkan kalori yang tepat.

4. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemajanan dasar dekubitus, penekanan respons inflamasi.
- Gunakan tehnik yang tepat selama mengganti balutan.
R : teknik yang baik mengurangi masuknya mikroorganisme pathogen kedalam luka.
Ukur tanda – tanda vital .
R : peningkatan suhu tubuh, takikardia menunjukkan adanya sepsis.
- Gunakan sarung tangan steril setiap mengganti balutan.
R : setiap ulkus terkontaminasi oleh mikroorganisme yang berbeda, tindakan ini dapat mencegah infeksi.
- Cuci dasar luka dengan larutan NaCl 0,9 %.
R : Dapat membuang jaringan yang mati pada permukaan kulit dan mengurangi mikroorganisme.
- Berikan obat antibiotic sesuai indikasi.
R : antibiotic pilihanpada ulkus dekubitus berguna melawan organisme gram negative dan gram positif.

5.Risiko tinggi terhadap inefektif penatalaksanaan regimen terapeutik berhubungan dengan ketidakcukupan pengetahuan tentang etiologi, pencegahan, tindakan dan perawatan dirumah.
- Anjurkan tindakan untuk mencegah luka dekubitus.
R : pencegahan luka dekubitus lebih mudah dari pengobatan.
- Anjurkan tindakan untuk mengobati luka dekubitus.
R : instruksi spesifik ini membantu pasien dan keluarga belajar untuk meningkatkan penyembuhan dan mencegah infeksi.





DAFTAR PUSTAKA

1. Pendland, Susan L., dkk. Skin and Soft Tissue Infections. Dalam Joseph

2. T. DiPiro, dkk, editor.Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach.
Edisi 6. Chicago: McGrawHill Company; 2005. p1998-90

ASUHAN KEPERAWATAN TBC


1.  Definisi

          Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa.Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat
sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya.Bakteri ini lebih sering
menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain tubuh manusia.

2.   Anatomi dan Fisiologi

          Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, farinx, larinx trachea, bronkus, dan bronkiolus.
Hidung ; Nares anterior adalah saluran-saluran di dalam. rongga hidung. Saluran-saluran itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum. (rongga) hidung. Rongga hidung dilapisi sebagai selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan farinx dan dengan selaput lendir sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam.rongga hidung. Farinx (tekak) ; adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan oesopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka ‘letaknya di belakang larinx (larinx-faringeal).
Laringx (tenggorok) terletak di depan bagian terendah farinx yang mernisahkan dari columna vertebrata, berjalan dari farinx. sampai ketinggian vertebrata servikals dan masuk ke dalarn trachea di bawahnya. Larynx terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat bersama oleh ligarnen dan membran.Trachea atau batang tenggorok kira-kira 9 cm panjangnya trachea berjalan dari larynx sarnpai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang mcnjadi dua bronckus (bronchi).Trachea tersusun atas 16 – 20 lingkaran tak- lengkap yang berupan cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.
          Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh.jenis sel yang sama.Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru. Bronckus kanan lebih pendek dan lebih lebar daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi darl arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut bronckus lobus bawah.Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan kelobus atas dan bawah.Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus lobaris dan kernudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronkhiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih I mm. Bronkhiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkbiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.

          Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus dan respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveoilis dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru, asinus atau.kadang disebut lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn.Paru-paru terdapat dalam rongga thoraks pada bagian kiri dan kanan.Dilapisi oleh pleura yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di dalam rongga pleura terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk lubrikai. Paru kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus superior, medius dan inferior sedangkan paru kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior dan inferior. Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung pembuluh limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan alveoli. Diperkirakan bahwa stiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli, sehingga mempunyai permukaan yang cukup luas untuk tempat permukaan/pertukaran gas.
          Proses fisiologi pernafasan dimana 02 dipindahkan dari udara ke dalam jaringan-jaringan, dan C02 dikeluarkan keudara ekspirasi dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium pertama adalah ventilasi yaitu masuknya campuran gas-gas ke dalam dan keluar paru-paru. karena ada selisih tekanan yang terdapat antara atmosfer dan alveolus akibat kerja mekanik dari otot-otot. Stadium kedua, transportasi yang terdiri dan beberapa aspek yaitu : (1) Difusi gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respirasi eksternal) dan antara darah sistemik dan sel.-sel jaringan (2) Distribusi darah dalam sirkulasi pulmonal dan penyesuaiannya dengan distribusi udara dalam alveolus. (3) Reaksi kimia dan fisik dari 02 dan C02 dengan darah respimi atau respirasi interna menipak-an stadium akhir dari respirasi, yaitu sel dimana metabolik dioksida untuk- mendapatkan energi, dan C02 terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru-paru (4) Transportasi, yaitu. tahap kcdua dari proses pemapasan mencakup proses difusi gas-gas melintasi membran alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 urn). Kekuatan mendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. (5) Perfusi, yaitu pemindahan gas secara efektif antara. alveolus dan kapiler paru-paru membutuhkan distribusi merata dari udara dalam paru-paru dan perfusi (aliran darah) dalam kapiler dengan perkataan lain ventilasi dan perfusi. dari unit pulmonary harus sesuai pada orang normal dengan posisi tegak dan keadaan istirahat maka ventilasi dan perfusi hampir seimbang kecuali pada apeks paru-paru.

3. Etiologi

          Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikrobakterium tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm.Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid).Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik.
          Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis.Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi penting saluran pernapasan. Basil mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon) selanjutnya menyebar kekelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke). keduanya dinamakan tuberkulosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan mengalami penyembuhan. Tuberkulosis paru primer, peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium. Tuberkulosis yang kebanyakan didapatkan pad usia 1-3 tahun. Sedangkan yang disebut tuberkulosis post primer (reinfection) adalah peradangan jaringan paru oleh karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil tersebut.

4. Proses Penularan

Tuberkulosis tergolong airborne disease yakni penularan melalui droplet nuclei yang dikeluarkan ke udara oleh individu terinfeksi dalam fase aktif. Setiapkali penderita ini batuk dapat mengeluarkan 3000 droplet nuclei. Penularan umumnya terjadi di dalam ruangan dimana droplet nuclei dapat tinggal di udara dalam waktu lebih lama. Di bawah sinar matahari langsung basil tuberkel mati dengan cepat tetapi dalam ruang yang gelap lembab dapat bertahan sampai beberapa jam. Dua faktor penentu keberhasilan pemaparan Tuberkulosis pada individu baru yakni konsentrasi droplet nuclei dalam udara dan panjang waktu individu bernapas dalam udara yang terkontaminasi tersebut di samping daya tahan tubuh yang bersangkutan.
Di samping penularan melalui saluran pernapasan (paling sering), M. tuberculosis juga dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit (lebih jarang).

5. Patofisiologi

Port de’ entri kuman microbaterium tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit, kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi melalui udara (air borne), yaitu melalui inhalasi droppet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi terdiri dari satu sampai tiga gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus biasanya di bagian bawah lobus atau paru-paru, atau di bagian atas lobus bawah. Basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bacteria namun tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari pertama maka leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi mcajadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloit, yang dikelilingi oleh fosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari.


6. Manifestasi Klinik

          Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik.
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik:
1. Gejala respiratorik, meliputi:
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
b. Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
c. Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.
2. Gejala sistemik, meliputi:
a. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.
b. Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise.
Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.
Gejala klinis Haemoptoe:
Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara membedakan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Batuk darah
a. Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan
b. Darah berbuih bercampur udara
c. Darah segar berwarna merah muda
d. Darah bersifat alkalis
e. Anemia kadang-kadang terjadi
f. Benzidin test negatif
2. Muntah darah
a. Darah dimuntahkan dengan rasa mual
b. Darah bercampur sisa makanan
c. Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung
d. Darah bersifat asam
e. Anemia seriang terjadi
f. Benzidin test positif
3. Epistaksis
a. Darah menetes dari hidung
b. Batuk pelan kadang keluar
c. Darah berwarna merah segar
d. Darah bersifat alkalis
e. Anemia jarang terjadi

6. Test Diagnostik
Foto thorax PA dengan atau tanpa literal merupakan pemeriksaan radiology standar. Jenis pemeriksaan radiology lain hanya atas indikasi Top foto, oblik, tomogram dan lain-lain.
Karakteristik radiology yang menunjang diagnostik antara lain :
a. Bayangan lesi radiology yang terletak di lapangan atas paru.
b. Bayangan yang berawan (patchy) atau berbercak (noduler)
c. Kelainan yang bilateral, terutama bila terdapat di lapangan atas paru
d. Bayang yang menetap atau relatif menetap setelah beberapa minggu
e. Bayangan bilier
Pemeriksaan Bakteriologik (Sputum) ; Ditemukannya kuman micobakterium TBC dari dahak penderita memastikan diagnosis tuberculosis paru.
Pemeriksaan biasanya lebih sensitive daripada sediaan apus (mikroskopis). Pengambilan dahak yang benar sangat penting untuk mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya. Pada pemeriksaan pertama. sebaiknya 3 kali pemeriksaan dahak. Uji resistensi harus dilakukan apabila ada dugaan resistensi terhadap pengobatan.
Pemeriksaan sputum adalah diagnostik yang terpenting dalam prograrn pemberantasan TBC paru di Indonesia.

8. Klasifikasi

Klasifikasi TB Paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik dan riwayat pengobatan sebelumnya.Klasifikasi ini penting karena merupakan salah satu faktor determinan untuk menetapkan strategi terapi.Sesuai dengan program Gerdunas P2TB klasifikasi TB Paru dibagi sebagai berikut:
a. TB Paru BTA Positif dengan kriteria:
1. Dengan atau tanpa gejala klinik
2. BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong biakan positif satu kali atau disokong radiologik positif 1 kali.
3. Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.
b. TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:
1. Gejala klinik dan gambaran radilogik sesuai dengan TB Paru aktif
2. BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif.
c. Bekas TB Paru dengan kriteria:
a. Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif
b. Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
c. Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan serial foto yang tidak berubah.
d. Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung).

9. Penanganan Medik
Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga mencegah kematian, mencegsah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata rantai penularan.Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedang jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat Rifampisin/INH.
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan sebelumnya. Di samping itu perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) yang direkomendasikan oleh WHO yang terdiri dari lima komponen yaitu:
1.     Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam penanggulangan TB.
2.     Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung sedang pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut.
3.     Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan pertama dimana penderita harus minum obat setiap hari.
4.     Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.
5.     Pencatatan dan pelaporan yang baku.





ASUHAN KEPERAWATAN

PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan dengan Tuberkulosis paru (Doengoes, 2000) ialah sebagai berikut :
1. Riwayat PerjalananPenyakit
a. Pola aktivitas dan istirahat
Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas pendek), sulit tidur, demam, menggigil, berkeringat pada malam hari.
Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris (40 -410C) hilang timbul.
b. Pola nutrisi
Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.
Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub kutan.
c. Respirasi
Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.
Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi pleura.), perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).
d. Rasa nyaman/nyeri
Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.
e. Integritas ego
Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak ada harapan.
Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah tersinggung.
2. Riwayat Penyakit Sebelumnya:
a. Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh.
b. Pernah berobat tetapi tidak sembuh.
c. Pernah berobat tetapi tidak teratur.
d. Riwayat kontak dengan penderita Tuberkulosis Paru.
e. Daya tahan tubuh yang menurun.
f. Riwayat vaksinasi yang tidak teratur.
3. Riwayat Pengobatan Sebelumnya:
a. Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan sakitnya.
b. Jenis, warna, dosis obat yang diminum.
c. Berapa lama. pasien menjalani pengobatan sehubungan dengan penyakitnya.
d. Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir.
4. Riwayat Sosial Ekonomi:
a. Riwayat pekerjaan. Jenis pekerjaan, waktu dan tempat bekerja, jumlah penghasilan.
b. Aspek psikososial. Merasa dikucilkan, tidak dapat berkomunikisi dengan bebas, menarik diri, biasanya pada keluarga yang kurang marnpu, masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak, masalah tentang masa depan/pekerjaan pasien, tidak bersemangat dan putus harapan.
5. Faktor Pendukung:
a. Riwayat lingkungan.
b. Pola hidup.
Nutrisi, kebiasaan merokok, minum alkohol, pola istirahat dan tidur, kebersihan diri.
c. Tingkat pengetahuan/pendidikan pasien dan keluarga tentang penyakit, pencegahan, pengobatan dan perawatannya.
6. Pemeriksaan Diagnostik:
a. Kultur sputum: Mikobakterium Tuberkulosis positif pada tahap akhir penyakit.
b. Tes Tuberkulin: Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm terjadi 48-72 jam).
c. Poto torak: Infiltnasi lesi awal pada area paru atas ; Pada tahap dini tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas ; Pada kavitas bayangan, berupa cincin ; Pada kalsifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.
d. Bronchografi: untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru karena TB paru.
e. Darah: peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).
f. Spirometri: penurunan fuagsi paru dengan kapasitas vital menurun.
3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada klien dengan Tuberkulosis paru adalah sebagai berikut:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan: Sekret kental atau sekret darah, Kelemahan, upaya batuk buruk. Edema trakeal/faringeal.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan: Berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis, Kerusakan membran alveolar kapiler, Sekret yang kental, Edema bronchial.
3. Resiko tinggi infeksi dan penyebaran infeksi berhubungan dengan: Daya tahan tubuh menurun, fungsi silia menurun, sekret yang inenetap, Kerusakan jaringan akibat infeksi yang menyebar, Malnutrisi, Terkontaminasi oleh lingkungan, Kurang pengetahuan tentang infeksi kuman.
4. Perubahan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan: Kelelahan, Batuk yang sering, adanya produksi sputum, Dispnea, Anoreksia, Penurunan kemampuan finansial.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan: Tidak ada yang menerangkan, Interpretasi yang salah, Informasi yang didapat tidak lengkap/tidak akurat, Terbatasnya pengetahuan/kognitif
4. Rencana Keperawatan
Adapun rencana keperawatan yang ditetapkan berdasarkan diagnosis keperawatan yang telah dirumuskan sebagai berikut:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif
Tujuan: Mempertahankan jalan napas pasien. Mengeluarkan sekret tanpa bantuan. Menunjukkan prilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas. Berpartisipasi dalam program pengobatan sesuai kondisi. Mengidentifikasi potensial komplikasi dan melakukan tindakan tepat.
Intervensi:
a. Kaji fungsi pernapasan: bunyi napas, kecepatan, imma, kedalaman dan penggunaan otot aksesori.
Rasional: Penurunan bunyi napas indikasi atelektasis, ronki indikasi akumulasi secret/ketidakmampuan membersihkan jalan napas sehingga otot aksesori digunakan dan kerja pernapasan meningkat.
b. Catat kemampuan untuk mengeluarkan secret atau batuk efektif, catat karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis.
Rasional: Pengeluaran sulit bila sekret tebal, sputum berdarah akibat kerusakan paru atau luka bronchial yang memerlukan evaluasi/intervensi lanjut.
c. Berikan pasien posisi semi atau Fowler, Bantu/ajarkan batuk efektif dan latihan napas dalam.
Rasional: Meningkatkan ekspansi paru, ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan peningkatan gerakan sekret agar mudah dikeluarkan
d. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, suction bila perlu.
Rasional: Mencegah obstruksi/aspirasi. Suction dilakukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan sekret.
e. Pertahankan intake cairan minimal 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi.
Rasional: Membantu mengencerkan secret sehingga mudah dikeluarkan
f. Lembabkan udara/oksigen inspirasi.
Rasional: Mencegah pengeringan membran mukosa.
g. Berikan obat: agen mukolitik, bronkodilator, kortikosteroid sesuai indikasi.
Rasional: Menurunkan kekentalan sekret, lingkaran ukuran lumen trakeabronkial, berguna jika terjadi hipoksemia pada kavitas yang luas.
h. Bantu inkubasi darurat bila perlu.
Rasional: Diperlukan pada kasus jarang bronkogenik. dengan edema laring atau perdarahan paru akut.
2. Gangguan pertukaran gas
Tujuan: Melaporkan tidak terjadi dispnea. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal. Bebas dari gejala distress pernapasan.
Intervensi
a. Kaji dispnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal. Peningkatan upaya respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan.
Rasional: Tuberkulosis paru dapat rnenyebabkan meluasnya jangkauan dalam paru-pani yang berasal dari bronkopneumonia yang meluas menjadi inflamasi, nekrosis, pleural effusion dan meluasnya fibrosis dengan gejala-gejala respirasi distress.
b. Evaluasi perubahan-tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan perubahan warna kulit, membran mukosa, dan warna kuku.
Rasional: Akumulasi secret dapat menggangp oksigenasi di organ vital dan jaringan.
c. Demonstrasikan/anjurkan untuk mengeluarkan napas dengan bibir disiutkan, terutama pada pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim.
Rasional: Meningkatnya resistensi aliran udara untuk mencegah kolapsnya jalan napas.
d. Anjurkan untuk bedrest, batasi dan bantu aktivitas sesuai kebutuhan.
Rasional: Mengurangi konsumsi oksigen pada periode respirasi.
e. Monitor GDA.
Rasional: Menurunnya saturasi oksigen (PaO2) atau meningkatnya PaC02 menunjukkan perlunya penanganan yang lebih. adekuat atau perubahan terapi.
f. Berikan oksigen sesuai indikasi.
Rasional: Membantu mengoreksi hipoksemia yang terjadi sekunder hipoventilasi dan penurunan permukaan alveolar paru.
3. Resiko tinggi infeksi dan penyebaran infeksi
Tujuan:
Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko penyebaran infeksi. Menunjukkan/melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang. aman.
Intervensi
a. Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, penyebaran infeksi melalui bronkus pada jaringan sekitarnya atau aliran darah atau sistem limfe dan resiko infeksi melalui batuk, bersin, meludah, tertawa., ciuman atau menyanyi.
Rasional: Membantu pasien agar mau mengerti dan menerima terapi yang diberikan untuk mencegah komplikasi.
b. Identifikasi orang-orang yang beresiko terkena infeksi seperti anggota keluarga, teman, orang dalam satu perkumpulan.
Rasional: Orang-orang yang beresiko perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran infeksi.
c. Anjurkan pasien menutup mulut dan membuang dahak di tempat penampungan yang tertutup jika batuk.
Rasional: Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi.
d. Gunakan masker setiap melakukan tindakan.
Rasional: Mengurangi risilio penyebaran infeksi.
e. Monitor temperatur.
Rasional: Febris merupakan indikasi terjadinya infeksi.
f. Identifikasi individu yang berisiko tinggi untuk terinfeksi ulang Tuberkulosis paru, seperti: alkoholisme, malnutrisi, operasi bypass intestinal, menggunakan obat penekan imun/ kortikosteroid, adanya diabetes melitus, kanker.
Rasional: Pengetahuan tentang faktor-faktor ini membantu pasien untuk mengubah gaya hidup dan menghindari/mengurangi keadaan yang lebih buruk.
g. Tekankan untuk tidak menghentikan terapi yang dijalani.
Rasional: Periode menular dapat terjadi hanya 2-3 hari setelah permulaan kemoterapi jika sudah terjadi kavitas, resiko, penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.
h. Pemberian terapi INH, etambutol, Rifampisin.
Rasional: INH adalah obat pilihan bagi penyakit Tuberkulosis primer dikombinasikan dengan obat-obat lainnya. Pengobatan jangka pendek INH dan Rifampisin selama 9 bulan dan Etambutol untuk 2 bulan pertama.
i. Pemberian terapi Pyrazinamid (PZA)/Aldinamide, para-amino salisik (PAS), sikloserin, streptomisin.
Rasional: Obat-obat sekunder diberikan jika obat-obat primer sudah resisten.
j. Monitor sputum BTA
Rasional: Untuk mengawasi keefektifan obat dan efeknya serta respon pasien terhadap terapi.
4. Perubahan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
Tujuan:
Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboratoriurn normal dan bebas tanda malnutrisi. Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat badan yang tepat.
Intervensi:
a. Catat status nutrisi paasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/rnuntah atau diare.
Rasional: berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang tepat.
b. Kaji pola diet pasien yang disukai/tidak disukai.
Rasional: Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet pasien.
c. Monitor intake dan output secara periodik.
Rasional: Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan.
d. Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada hubungannya dengan medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar (BAB).
Rasional: Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk meningkatkan intake nutrisi.
e. Anjurkan bedrest.
Rasional: Membantu menghemat energi khusus saat demam terjadi peningkatan metabolik.
f. Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan.
Rasional: Mengurangi rasa tidak enak dari sputum atau obat-obat yang digunakan yang dapat merangsang muntah.
g. Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.
Rasional: Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster.
h. Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi diet.
Rasional: Memberikan bantuan dalarn perencaaan diet dengan nutrisi adekuat unruk kebutuhan metabolik dan diet.
i. Konsul dengan tim medis untuk jadwal pengobatan 1-2 jam sebelum/setelah makan.
Rasional: Membantu menurunkan insiden mual dan muntah karena efek samping obat.
j. Awasi pemeriksaan laboratorium. (BUN, protein serum, dan albumin).
Rasional: Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan perubahan program terapi.
k. Berikan antipiretik tepat.
Rasional: Demam meningkatkan kebutuhan metabolik dan konsurnsi kalori.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan.
Tujuan: Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan. Melakukan perubahan prilaku dan pola hidup unruk memperbaiki kesehatan umurn dan menurunkan resiko pengaktifan ulang luberkulosis paru. Mengidentifikasi gejala yang mernerlukan evaluasi/intervensi. Menerima perawatan kesehatan adekuat.
Intervensi
a. Kaji kemampuan belajar pasien misalnya: tingkat kecemasan, perhatian, kelelahan, tingkat partisipasi, lingkungan belajar, tingkat pengetahuan, media, orang dipercaya.
Rasional: Kemampuan belajar berkaitan dengan keadaan emosi dan kesiapan fisik. Keberhasilan tergantung pada kemarnpuan pasien.
b. Identifikasi tanda-tanda yang dapat dilaporkan pada dokter misalnya: hemoptisis, nyeri dada, demam, kesulitan bernafas, kehilangan pendengaran, vertigo.
Rasional: Indikasi perkembangan penyakit atau efek samping obat yang membutuhkan evaluasi secepatnya.
c. Tekankan pentingnya asupan diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) dan intake cairan yang adekuat.
Rasional: Mencukupi kebutuhan metabolik, mengurangi kelelahan, intake cairan membantu mengencerkan dahak.
d. Berikan Informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan misalnya: jadwal minum obat.
Rasional: Informasi tertulis dapat membantu mengingatkan pasien.
e. jelaskan penatalaksanaan obat: dosis, frekuensi, tindakan dan perlunya terapi dalam jangka waktu lama. Ulangi penyuluhan tentang interaksi obat Tuberkulosis dengan obat lain.
Rasional: Meningkatkan partisipasi pasien mematuhi aturan terapi dan mencegah putus obat.
f. jelaskan tentang efek samping obat: mulut kering, konstipasi, gangguan penglihatan, sakit kepala, peningkatan tekanan darah
Rasional: Mencegah keraguan terhadap pengobatan sehingga mampu menjalani terapi.
g. Anjurkan pasien untuk tidak minurn alkohol jika sedang terapi INH.
Rasional: Kebiasaan minurn alkohol berkaitan dengan terjadinya hepatitis
h. Rujuk perneriksaan mata saat mulai dan menjalani terapi etambutol.
Rasional: Efek samping etambutol: menurunkan visus, kurang mampu melihat warna hijau.
i. Dorong pasien dan keluarga untuk mengungkapkan kecemasan. Jangan menyangkal.
Rasional: Menurunkan kecemasan.
Penyangkalan dapat memperburuk mekanisme koping.
j. Berikan gambaran tentang pekerjaan yang berisiko terhadap penyakitnya misalnya: bekerja di pengecoran logam, pertambangan, pengecatan.
Rasional: Debu silikon beresiko keracunan silikon yang mengganggu fungsi paru/bronkus.
k. Anjurkan untuk berhenti merokok.
Rasional: Merokok tidak menstimulasi kambuhnya Tuberkulosis; tapi gangguan pernapasan/ bronchitis.
l. Review tentang cara penularan Tuberkulosis dan resiko kambuh lagi.
Rasional: Pengetahuan yang cukup dapat mengurangi resiko penularan/ kambuh kembali. Komplikasi Tuberkulosis: formasi abses, empisema, pneumotorak, fibrosis, efusi pleura, empierna, bronkiektasis, hernoptisis, u1serasi Gastro, Instestinal (GD, fistula bronkopleural, Tuberkulosis laring, dan penularan kuman.
5. Evaluasi
a. Keefektifan bersihan jalan napas.
b. Fungsi pernapasan adekuat untuk mernenuhi kebutuhan individu.
c. Perilaku/pola hidup berubah untuk mencegah penyebaran infeksi.
d. Kebutuhan nutrisi adekuat, berat badan meningkat dan tidak terjadi malnutrisi.
e. Pemahaman tentang proses penyakit/prognosis dan program pengobatan dan perubahan perilaku untuk memperbaiki kesehatan.

Referensi:
Zulkifli Amin, Asril Bahar, 2006. Tuberkulosis Paru, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta: UI