ANATOMI FISIOLOGI
Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau kulit, connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea aponeurotika, loose conective tissue atau jaringan penunjang longgar dan pericranium.
Tulang tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii . Tulang tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital . Kalvaria khususnya diregio temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis cranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu : fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang otak dan serebelum
Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan yaitu :
Dura mater
Dura mater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal dan lapisan meningeal .Dura mater merupakan selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrisa yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium.Karena tidak melekat pada selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang subdura) yang terletak antara dura mater dan arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural.Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural.Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus.Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat.
Arteri-arteri meningea terletak antara dura mater dan permukaan dalam dari kranium (ruang epidural).Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan epidural.Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media).
Selaput Arakhnoid
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang. Selaput arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah luar yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial, disebut spatium subdural dan dari pia mater oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh liquor serebrospinalis. Perdarahan sub arakhnoid umumnya disebabkan akibat cedera kepala.
Pia mater
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater adarah membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk kedalam sulci yang paling dalam.Membrana ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya.Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak juga diliputi oleh pia mater.
Otak
Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada orang dewasa sekitar 14 kg. Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu; Proensefalon (otak depan) terdiri dari serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari pons, medula oblongata dan serebellum.
Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus. Lobus frontal berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara.Lobus parietal berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang.Lobus temporal mengatur fungsi memori tertentu. Lobus oksipital bertanggungjawab dalam proses penglihatan. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewapadaan.Pada medula oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik. Serebellum bertanggungjawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan.
Cairan serebrospinalis
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari ventrikel lateral melalui foramen monro menuju ventrikel III, akuaduktus dari sylvius menuju ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan takanan intrakranial.Angka rata-rata pada kelompok populasi dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per hari.
Tentorium
Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supratentorial (terdiri dari fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan ruang infratentorial (berisi fosa kranii posterior).
Perdarahan Otak
Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis.Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk circulus Willisi.Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot didalam dindingnya yang sangat tipis dan tidak mempunyai katup.Vena tersebut keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus cranialis.
Fisiologi Kepala
Tekanan intrakranial (TIK) dipengaruhi oleh volume darah intrakranial, cairan secebrospinal dan parenkim otak. Dalam keadaan normal TIK orang dewasa dalam posisi terlentang sama dengan tekanan CSS yang diperoleh dari lumbal pungsi yaitu 4 – 10 mmHg . Kenaikan TIK dapat menurunkan perfusi otak dan menyebabkan atau memperberat iskemia.Prognosis yang buruk terjadi pada penderita dengan TIK lebih dari 20 mmHg, terutama bila menetap.
Pada saat cedera, segera terjadi massa seperti gumpalan darah dapat terus bertambah sementara TIK masih dalam keadaan normal. Saat pengaliran CSS dan darah intravaskuler mencapai titik dekompensasi maka TIK secara cepat akan meningkat. Sebuah konsep sederhana dapat menerangkan tentang dinamika TIK.Konsep utamanya adalah bahwa volume intrakranial harus selalu konstan, konsep ini dikenal dengan Doktrin Monro-Kellie.
Otak memperoleh suplai darah yang besar yaitu sekitar 800ml/min atau 16% dari cardiac output, untuk menyuplai oksigen dan glukosa yang cukup . Aliran darah otak (ADO) normal ke dalam otak pada orang dewasa antara 50-55 ml per 100 gram jaringan otak per menit. Pada anak, ADO bisa lebih besar tergantung pada usainya. ADO dapat menurun 50% dalam 6-12 jam pertama sejak cedera pada keadaan cedera otak berat dan koma. ADO akan meningkat dalam 2-3 hari berikutnya, tetapi pada penderita yang tetap koma ADO tetap di bawah normal sampai beberapa hari atau minggu setelah cedera. Mempertahankan tekanan perfusi otak/TPO (MAP-TIK) pada level 60-70 mmHg sangat rirekomendasikan untuk meningkatkan ADO.
PENGERTIAN
Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi - decelerasi ) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.
Cidera kepala adalah kerusakan neurologi yang terjadi akibat adanya trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma yang terjadi (sylvia anderson Price, 1985)
EPIDEMIOLOGI
Insiden cedera kepala diperkirakan 200 per 100000 orang berusia 0-19 tahun, sekitar 10 dari 100000 anak meninggal akibat cedera kepala. Peristiwa yang menyebabkan cedera kepala ringan terjadi pada 82 % kasus, pada cedera sedang hingga berat 14 % dan kematian pada 15 %. Tingkat cedera kepala diantara anak laki-laki hampir dua kali lipat dibandingkan anak perempuan. Cedera dan kecelakaan kendaraan bermotor dan terkait olahraga merupakan penyebab utama cedera kepala pada anak yang lebih tua, sementara jatuh merupakan penyebab paling sering pada anak yang lebih muda.
KLASIFIKASI
Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua :
Cedera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi – decelerasi rotasi ) yang menyebabkan gangguan pada jaringan.
Pada cedera primer dapat terjadi :
gegar kepala ringan
memar otak
laserasi
cedera kepala sekunder
pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :
Hipotensi sistemik
Hipoksia
Hiperkapnea
Udema otak
Komplikasi pernapasan
infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain
Klasifikasi cedera kepala berdasarkan Nilai Skala Glasgow (GCS):
Cedera Kepala Ringan
・GCS 13 – 1
・Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
・Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
Cedera kepala Sedang
・GCS 9 – 12
・Kehilangan kesadaran dan amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.
・Dapat mengalami fraktur tengkorak.
Cedera Kepala Berat
・GCS 3 – 8
・Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
・Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.
Mekanisme : berdasarkan adanya penetrasi durameter:
Trauma tumpul
Kecepatan tinggi(tabrakan mobil).
Kecepatan rendah(terjatuh,di pukul).
Trauma tembus(luka tembus peluru dan cidera tembus lainnya.
Morfologi
Fraktur tengkorak : kranium: linear/stelatum; depresi/non depresi; terbuka/tertutup. Basis:dengan/tanpa kebocoran cairan
serebrospinal,dengan/tanpa kelumpuhan nervus VII.
Lesi intrakranial : Fokal: epidural, subdural, intraserebral. Difus: konkusi ringan, konkusi klasik, cidera difus.
Klasifikasi Klinis Cedera Kepala
Cedera kepala pada praktek klinis sehari-hari dikelompokkan atas empat gradasi sehubungan dengan kepentingan seleksi perawatan penderita, pemantauan diagnostic-klinik penanganan dan prognosisnya, yaitu :
TINGKAT GEJALA
TINGKAT I bila dijumpai adanya riwayat kehilangan kesadaran/pingsan yang sesaat setelah mengakami trauma, dan kemudian sadar kembali. Pada waktu diperiksa dalam keadaan sadar penuh, orientasi baik, dan tidak ada deficit neurologist.
TINGKAT II kesadaran menurun namun masih dapat mengikuti perintah-perintah yang sederhana, dan dijumpai adanya deficit neurologist fokal.
TINGAKT III kesadaran yang sangat menurun dan tidak bisa mengikuti perintah (walaupun sederhana)sana sekali. Penderita masih bisa bersuara , namun susunan kata-kata dan orientasinya kacau, gaduh gelisah. Respon motorik bervariasi dari keadaan yang masih mampu melokalisir rasa sakit sampai tidak ada respon sama sekali. Postur tubuh dapat menampilkan posisi dekortikasi-deserebrasi
TINGKAT IV tidak ada fungsi neurologist sama sekali
KLASIFIKASI TRAUMA KAPITIS BERDASARKAN MEKANISMENYA
Trauma kepala terbuka
kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak masuk kedalam jaringan otak dan melukai:
merobek durameter ( ICS merembes )
saraf tengkorak
jaringan otak
trauma kepala tertutup
komosio :
Cedera kepala ringan
disfungsi neurologis sementara
muncul gejala nyeri, pusing, muntah
kontosio:
adanya memar otak
gangguan kesadaran lebih lama
peningkatan tekanan intrakranial
hematom epidural :
perdarahan antara tulang tengkorak dan durameter
kategori talk and die
lokasi tersering : frontal dan temporal
hematom subdural
perdarahan antara durameter dan archnoid
gejala 24 – 48 jam
peningkatan tekanan intrakranial
hematom intrakranial
perdarahan intraserebral kurang lebih 25 CC
selalu diikuti oleh kontusio
penyebab : fraktur depresi, peneltrasi peluru
Annegers ( 1998 ) membagi trauma kepala berdasarkan lama tak sadar dan lama amnesia pasca trauma yang di bagi menjadi :
Cidera kepala ringan,apabila kehilangan kesadaran atau amnesia berlangsung kurang dari 30 menit.
Cidera kepala sedang,apabila kehilangan kesadaran atau amnesia terjadi 30 menit sampai 24 jam atau adanya fraktur tengkorak
Cidera kepala berat,apabiula kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 24 jam,perdarahan subdural dan kontusio serebri.
ETIOLOGI
Pukulan benda tumpul di bagian kepala
Pukulan benda tajam di bagian kepala
Luka termbak
Kecelakaan lalulintas tanpa menggunakan pelindung kepala
Pasca pembedahan kepala
Trauma lahir
PATOFISIOLOGI
TANDA DAN GEJALA
Pola pernafasan
Pusat pernafasan diciderai oleh peningkatan TIK dan hipoksia, trauma langsung atau interupsi aliran darah. Pola pernafasan dapat berupa hipoventilasi alveolar, dangkal.
Kerusakan mobilitas fisik
Hemisfer atau hemiplegi akibat kerusakan pada area motorik otak.
Ketidakseimbangan hidrasi
Terjadi karena adanya kerusakan kelenjar hipofisis atau hipotalamus dan peningkatan TIK
Aktifitas menelan
Reflek melan dari batang otak mungkin hiperaktif atau menurun sampai hilang sama sekaliKerusakan komunikasi
Pasien mengalami trauma yang mengenai hemisfer serebral menunjukkan disfasia, kehilangan kemampuan untuk menggunakan bahasa.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan / edema), fragmen tulang.
Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrakranial
PENATALAKSANAAN
Konservatif
Bedrest total
Pemberian obat-obatan, seperti antibiotik untuk cidera kepala terbuka guna mencegah infeksi, pemberian diuretik dan obat anti inflamasi untuk menurunkan TIK dan analgetik untuk mengurangi rasa nyeri.
Observasi tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran.
Air dan Breathing
Perhatikan adanya apnoe
Untuk cedera kepala berat lakukan intubasi endotracheal. Penderita mendapat ventilasi dengan oksigen 100% sampai diperoleh AGD dan dapat dilakukan penyesuaian yang tepat terhadap FiO2.
Tindakan hiperventilasi dilakukan hati-hati untuk mengoreksi asidosis dan menurunkan secara cepat TIK pada penderita dengan pupil yang telah berdilatasi. PCO2 harus dipertahankan antara 25-35 mmhg.
Circulation
Hipotensi dan hipoksia adalah merupakan penyebab utama terjadinya perburukan pada CKS. Hipotensi merupakan petunjuk adanya kehilangan darah yang cukup berat, walaupun tidak tampak. Jika terjadi hipotensi maka tindakan yang dilakukan adalah menormalkan tekanan darah. Lakukan pemberian cairan untuk mengganti volume yang hilang sementara penyebab hipotensi dicari.
Disability (pemeriksaan neurologis)
Pada penderita hipotensi pemeriksaan neurologis tidak dapat dipercaya kebenarannya. Karena penderita hipotensi yang tidak menunjukkan respon terhadap stimulus apapun, ternyata menjadi normal kembali segera tekanan darahnya normal
Pemeriksaan neurologis meliputi pemeriksaan GCS dan reflek cahaya pupil
KOMPLIKASI
Edema post traumatik
Herniasi
Perdarahan
Infeksi telinga dan hidung
Hidrosefalus
Hiperthermia
Kejang
SIADH
Bocornya LCS
Edema pulmonal
Kebocoran cairan serebrospinal
Peningkatan tekanan intrakranial
Kegagalan pernafasan
Defisit neurologis
PROGNOSIS
Pemulihan fungsi otak tergantung kepada beratnya cedera yang terjadi, umur anak, lamanya penurunan kesadaran dan bagian otak yang terkena. 50% dari anak yang mengalami penurunan kesadaran selama lebih dari 24 jam, akan mengalami komplikasi jangka panjang berupa kelainan fisik, kecerdasan dan emosi. Kematian akibat cedera kepala berat lebih sering ditemukan pada bayi.Anak-anak yang bertahan hidup seringkali harus menjalani rehabilitasi kecerdasan dan emosi. Masalah yang biasa timbul selama masa pemulihan adalah hilangnya ingatan akan peristiwa yang terjadi sesaat sebelum terjadinya cedera (amnesia retrograd), perubahan perilaku, ketidakstabilan emosi, gangguan tidur dan penurunan tingkat kecerdasan.
ASUHAN KEPERAWATAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CIDERA KEPALA
Tgl pengkajian : 3 Mei 2011 pukul : 10.00 WIB oleh : Perawat S
IDENTITAS
Pasien
Nama : Nn. IA
Tempat/tgl lahir(umur) : Yogyakarta, 10 Maret 1993
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Yogyakarta
Agama : Kristen
Status perkawinan : belum menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : -
Lama Bekerja : -
Suku/Bangsa : Jawa
Tgl. Masuk RS : 3 Mei 2011
No. RM : 107819XXX
Ruang : Delima
Diagnosis Kerja/ Medis : Cidera Kepala
Keluarga/penanggungjawab
Nama : Bp. H
Hubungan : Ayah
Umur :50 tahun
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : pegawai swasta
Alamat :Yogyakarta
RIWAYAT KESEHATAN
Kesehatan Pasien
Keluhan utama
Pasien mengatakan sangat pusing
Keluhan Tambahan
Mual
Riwayat Penyakit Dahulu
Nn. IA berumur 18 tahun dan masih duduk di bangku SMA. Belum pernah mengalami sakit yang parah sebelumnya ataupun di rawat di rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pada tanggal 3 Mei 2011 Nn.IA mengalami kecelakaan dan bagian kepalanya terbentur. Kemudian diantar oleh seorang pengemudi taksi ke rumah sakit dalam keadaan tak sadar. Sesampainya di UGD saat dikaji didapati bahwa sebelum pasien tak sadar sempat mengeluh sangat pusing, mual, terlihat bingung dan mengantuk. Saat dilakukan pemeriksaan fisik didapati midriasis pupil kanan, black eye hematoma kanan, tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 92 x/menit, respirasi 28 x/menit dan suhu 36,80C. Saat keluarga datang, dokter menjelaskan bahwa pasien harus di monitor dulu di IGD untuk menghilangkan kecurigaan terhadap SOL karena adanya interval lusid yang tidak jelas. Dokter juga menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan CT-scan di rumah sakit lain, dan hasilnya ditemukan adanya hematoma akut pada epidural di frontoparietal kanan dengan lengkungan massa pada dasar otak dan ventrikel lateral bergeser ke arah kiri.
Kesehatan Keluarga
Keterangan : : perempuan : penderita
: Laki-laki
Pola nutrisi-Metabolik
Sebelum sakit
Frekuensi makan : 3 x sehari
Jenis makanan / diet : Nasi, lauk (tahu, tempe), sayur-sayuran.
Porsi yang dihabiskan : 8-10 sendok
Makanan yang disukai : nasi goreng
Makanan yang tidak disukai : ikan asin
Makanan pantang : tidak ada
Makanan tambahan/vitamin : buah-buahan
Kebiasaan makan : di kantin
Nafsu makan : sedang, karena sibuk bekerja
Banyaknya minum : 1500-2000 CC/ hari
Jenis minuman yang tidak disukai : jahe
Minuman pantang : tidak ada
Perubahan BB 6 bulan terakhir : tetap
Selama sakit
Jenis makanan : bubur, sari buah, susu
Frekuensi makan : 3x setelah sehari selama di rumah sakit
Porsi makan yang dihabiskan : 3-5 sendok
Banyak minuman dalam sehari : 1000-1500 cc selama masuk RS
Pola Eliminasi
Sebelum sakit
Buang air besar BAB
Frekuensi : 1 x sehari
Waktu : pagi hari
Warna : kuning kecoklatan
Konsistensi : padat
Buang air kecil (BAK)
Frekuensi (x/24 jam) : 4-5 x sehari
Warna : kuning bening
Jumlah : 2100cc/hari
Bau : tidak bau
Keluhan : tidak ada
Selama sakit
Buang Air Besar (BAB)
Frekuensi : 1 x sehari
Waktu : pagi hari
Warna : feses berwarna kuning kecoklatan
Konsistensi : padat
Buang Air Kecil (BAK)
Frekuensi (x/24 jam) : 4-5 x sehari
Jumlah (cc/jam) : 1500 cc/hari
Warna : kuning bening
Bau : tidak bau
Pola aktifitas istirahat-tidur
Sebelum sakit
Keadaan aktifitas sehari-hari
Kebiasaan olahraga : tidak pernah berolahraga
Lingkungan rumah/tempat kerja : luas dan panjang
Alat bantu untuk memenuhi aktifitas setiap hari : tidak ada
AKTIFITAS 0 1 2 3 4
Mandi √
Berpakaian/berdandan √
Eliminasi √
Mobilisasi di tempat tidur √
Pindah √
Ambulansi √
Naik tangga √
Memasak √
Berbelanja √
Merapikan rumah √
Ket. 0 = mandiri
1 = dibantu sebagian
2 = perlu bantuan orang lain
3 = perlu bantuan orang lain dan alat
4 = tergantung total
Kebutuhan tidur
Jumlah tidur dalam sehari
Tidur siang : 2-3 jam
Tidur malam : 7 – 8 jam
Yang diutamakan : tidur siang dan malam
Kebiasaan pengantar tidur : tidak ada
Perangkat/alat yang selalu digunakan untuk tidur : selimut, bantal dan guling.
Keluhan dalam hal tidur : tidak ada
Selama sakit
Keadaan aktifitas sehari-hari
Kebiasaan olahraga : tidak ada
Alat bantu untuk memenuhi aktifitas setiap hari : tidak ada
AKTIFITAS 0 1 2 3 4
Mandi √
Berpakaian/berdandan
Eliminasi √
Mobilisasi di tempat tidur √
Pindah
Ambulansi
Naik tangga
Ket. 0 = mandiri
1 = dibantu sebagian
2 = perlu bantuan orang lain
3 = perlu bantuan orang lain dan alat
4 = tergantung total
Kebutuhan tidur
Jumlah tidur dalam sehari
Tidur siang : 2-3 jam
Tidur malam : 7-8 jam
Yang diutamakan : tidur siang dan malam
Kebiasaan pengantar tidur : tidak ada
Perangkat/alat yang selalu digunakan untuk tidur : selimut, bantal dan guling.
Keluhan dalam hal tidur :
Pasien tidak sadar
Pola Kebersihan Diri (sebelum sakit)
Kebersihan kulit
Pasien mandi 2 x sehari memakai sabun mandi
Kebersihan rambut
Pasien mencuci rambut 2 hari sekali memakai shampoo.
Kebersihan telinga
Pasien membersihkan telinga setiap mandi dan tidak menggunakan alat bantu pendengaran.
Kebersihan mata
Pasien jarang membersihkan mata.
Kebersihan mulut
Pasien menggosok gigi 2 x sehari dengan menggunakan pasta gigi dan pasien tidak menggunakan gigi palsu .
Kebersihan kuku
Pasien jarang membersihkan kuku
Pola pemeliharaan kesehatan
Penggunaan tembakau
Pasien mengatakan tidak merokok
NAPZA
Pasien mengatakan tidak pernah menggunakan NAPZA.
Alkohol
Pasien mengatakan tidak mengkonsumsi alkohol
Intelektual
Pasien tidak sadar.
Pola kognitif-persepsi/sensori
Keadaan mental
Tidak sadar
Berbicara
Tidak sadar
Bahasa yang dikuasai
Indonesia
Kemampuan membaca : tidak sadar
Kemampuan berkomunikasi : tidak sadar
Kemampuan memahami informasi : tidaka sadar
Tingkat ansietas
Tidak sadar
Keterampilan berinteraksi
Pasien tidak sadar
Pendengaran
Tidak sadar
Penglihatan
pasien tidak sadar
Tak nyaman/nyeri
Pasien tidak sadar
Pola konsep diri
Identitas diri : pasien tidak sadar
Ideal diri : pasien tidak sadar
Harga diri : pasien tidak sadar
Gambar diri : pasien tidak sadar
peran diri : pasien tidak sadar
Pola koping
Pengambilan keputusan dilakukan oleh orang tua.
Hal-hal yang dilakukan jika mempunyai masalah
Bercerita pada orang tua.
Pola peran – berhubungan
Status pekerjaan
Masih pelajar
Sistem pendukung
Tidak ada
Dukungan keluarga selama masuk Rumah sakit : ada dukungan dari keluarga.
Pola nilai dan keyakinan
Sebelum sakit
Agama : Kristen Protestan
Larangan agama : tidak ada
Kegiatan keagamaan
Macam : kebaktian pada hari minggu, dan persekutuan doa
Frekuensi : 2 X seminggu
PEMERIKSAAN FISIK
Pengukuran TB
160 cm
Pengukuran BB
47 kg
Pengukuran tanda vital
Tekanan darah : 120/70mmHg, diukur di lengan bagian kiri ,posisi pasien terlentang
Nadi : 92 x/mnt
Suhu : 36,8 0c
Respirasi : 28 x /mnt
Tingkat kesadaran
Tidak sadar
Kulit.
Kerusakan integritas kulit
Kepala.
Warna rambut hitam.
Rambut mengalami rontok yang berlebihan
Tidak terdapat adanya benjolan.
Bentuk kepala mesosepal.
Penglihatan.
Tidak terdapat adanya oedema palpebra.
Refleks pupil terhadap cahaya (+).
Penciuman & Hidung.
Bentuk hidung simetris.
Pernafasan cuping hidung (+).
Tidak terdapat adanya sekret pada lubang hidung.
Pendengaran & Telinga.
Bentuk telinga simetris,dextra dan sinistra.
Lubang telinga bersih, tidak terdapat adanya sekret.
Mulut.
Bentuk bibir simetris atas dan bawah.
Warna lidah merah
Tidak terdapat adanya pembengkakan gusi.
Leher.
Pulsasi vena jugularis (-).
Pembesaran kelenjar thyroid (-).
Tidak ada pembatasan gerak leher.
Dada / Pernafasan / Sirkulasi.
Bentuk simetris, retraksi dinding dada (+).
Fremitus vokal (+) dextra dan sinistra.
BJ 1 dan Bj 2 terdengar
Abdomen.
Bentuk simetris, ascites (-).
Bunyi tympani (+), ascites (-)
Sistem reproduksi.
Jenis kelamin perempuan
Ekstremitas atas & bawah.
Akral hangat, ekstremitas atas dapat digerakan, terpasang infus pada tangan kanan. Ikterik (-). Bentuk tangan simetris, jumlah jari lengkap,pertumbuhan kuku normal.
Ekstremitas bawah dapat digerakan, ikterik (-). Tonus otot lemah.
Adanya kelemahan umum dalam beraktifitas.
RENCANA PULANG
Di tempat tinggalnya, pasien tinggal dengan :
Orang tua
Keinginan tinggal setelah pulang
di rumah orang tua
pelayanan kesehatan yang digunakan sebelumnya
puskesmas dan poliklinik
Kendaraan yang digunakan saat pulang
Mobil
PEMERIKSAAN PENUNJANG.
Tes untuk diagnosa cidera kepala :
Ct-scan
Tes untuk deteksi gangguan system imun.
Angigrafi cerebral
X-ray
AGD
Elektrolit
SATUAN ACARA PENYULUHAN
SATUAN ACARA PENYULUHAN
(SAP)
-----------------------------------------------------------------
Tema : CK
Sub Tema : Penatalaksanaan CK
Waktu : 30 menit
Sasaran : Keluarga
Tempat : Ruang H
Penyuluh : Perawat B
Tujuan Instruksional Umum (TIU)
Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan selama 30 menit diharapkan keluarga dapat memahami tentang penatalaksanaan CK.
Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
Klien dapat menjelaskan tentang pengertian CK
Klien dapat menjelaskan pemeriksaan diagnostik CK
Klien dapat menjelaskan penatalaksanaan CK
Pokok Materi
pengertian CK
penatalaksanaan CK
pemeriksaan diagnostik CK
Strategi Pelaksanaan:
Metode :
Ceramah dan tanya jawab
Kegiatan Penyuluhan
Kegiatan Penyuluhan Audiance Waktu
Pendahuluan dan Apresepsi Salam Pembuka
Menyampaikan Tujuan Penyuluhan
Apresiasi Menjawab Salam
Menyimak
Menjawab Pertanyaan 5 menit
Isi Menjelaskan pengertian CK
Menjelaskan pemeriksaan diagnostik CK
Menjelaskan penatalaksanaan CK Mendengarkan
Mendengarkan
Mendengarkan 15 menit
Penutup Menyimpulkan
Salam penutup Mendengarkan
Menjawab salam 10 menit
Media :
1. Leaflet
2. Papan bolak-balik
VII. Sumber/ referensi:
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Vol.3. Jakarta : EGC
Evaluasi
Formatif : keluarga mampu memahami penatalaksanaan CK.
Sumatif :
keluarga dapat menjelaskan pengertian CK
keluarga dapat menjelaskan pemeriksaan diagnostik CK
keluarga dapat menjelaskan penatalaksanaan CK.
Yogyakarta, 05 Mei 2011
(Penyuluh)
LAMPIRAN MATERI
PENGERTIAN CK
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan & perlambatan (accelerasi - decelerasi), serta notasi (pergerakan pada kepala) sampai ke otak sebagai akibat perputaran (Mufti, 2009).
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK CK
Lab : GDA, kimia elektrolit darah, toksikolog
CT-scan atau MRI (bila perdarahannya kecil)
Rontgen kepala bila perlu (adanya depressed fracture)
Sinar-X medulla spinalis utk menyingkirkan trauma atau cedera medulla servikal
Angiografi cerebral à sirkulasi serebral
EEG
BAER : Brain Auditory Evoked à menentukan fungsi dari kortek dan batang otak
PET : Positron Emission Tomografi à menunjukkan aktiitas metabolisme pada otak
Pungsi lumbal berbahaya dan tidak mempunyai nilai yang berarti
PENATALAKSANAAN CK
Medikamentosa à mempertahankan homeostasis otak dan mencegah kerusakan sekunder
Tindakan terhadap peningkatan TIK : oksigenasi, mannitol, steroid, posisi antitrendelenburg & pemantauan TIK
Pencegahan kejang
Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi
Perlindungan jalan nafas
Pembedahan
ASPEK LEGAL ETIK
Inform consent
Non-Maleficience
Beneficience
Veracity
Fidelity
FUNGSI ADVOKASI
Perawat menjelaskan kepada keluarga akan tindakan-tindakan yang akan dilakukan untuk memulihkan dan mengetahui keadaan pasien.
JURNAL PENELITIAN
Sering pesta minuman keras secara dramatis dapat meningkatkan risiko stroke hemoragik, menurut penelitian Korea Selatan diterbitkan dalam Stroke: Journal of American Heart Association. Beberapa studi sebelumnya telah mengaitkan pesta minuman keras dengan risiko stroke meningkat. Tetapi hanya sedikit yang berfokus pada populasi Asia. Dibandingkan dengan non-peminum, peneliti menemukan: * Resiko stroke pendarahan (hemoragik) lebih dari 300 persen lebih tinggi di antara laki-laki drinkers.If pesta seseorang memiliki hemorrhagic stroke, maka pembuluh darah telah pecah, mengakibatkan pendarahan di otak, yang merusak sel-sel di dekatnya. National Institute of Neurological Gangguan dan Stroke menunjukkan bahwa stroke hemoragik membentuk Dalam siaran pers dari American Heart Association, sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Stroke: Journal of American Heart Association menemukan bahwa suatu teknik stimulasi otak non-invasif yang disebut Transcranial Direct Current Stimulasi,
Disclaimer: * DL (Doctor of Lymphology), PMD (Dokter of Preventive Medicine) adalah Non-sekuler, Non-Berlisensi & Non-Medis doktor. Zero Penyakit 6 - Dr Stephen Barat, DL, PMD * [non-sekuler]. April 18, 2011 | By Stroke Dalam Video | Dan diterbitkan dalam jurnal Scientific American pada bulan Juni tahun 1963, American Medical Association jurnal resmi pada bulan Desember 1963 dan Readers Digest pada bulan Januari 1964. Kemudian proyek penelitian medis terbesar yang pernah ditarik dari dalam sejarah wasMeanwhile, tidak ada kontroversi di SHT mempromosikan kedua embolus jantung jantung dan non ke otak. Sistolik, diastolik atau tekanan Mean yang penting dalam asal-usul stroke? Semua parameter yang penting, tetapi karya tulis sistolik berikut ini diterbitkan dalam jurnal stroke (2001) dari universitas yang indah dari Kupio Finlandia (lihat bawah) Ini adalah studi sangat dilakukan dan melemparkan wawasan besar ke dalam ilmu muncul baru hipertensi serebral Intra. Bahkan,. di antara orang dengan diabetes tipe 2, terjadi peningkatan dua sampai lima kali lipat resiko untuk stroke, sosok yang sangat signifikan dibandingkan dengan rekan-rekan non-diabetes. Namun demikian, hemorrhagic stroke kurang umum pada pasien diabetes bahkan dengan peningkatan penggunaan aspirin. Menurut sebuah studi yang dilakukan di Rumah Sakit Pusat Universitas Helsinki, Finlandia dan diterbitkan dalam jurnal Stroke pada bulan Februari 2004, hasil yang lebih buruk pada stroke biasanya berhubungan withHowever, bagi wanita yang merokok dan menggunakan kontrasepsi oral, studi ini menemukan risiko lebih tinggi hemorrhagic stroke . Laporan ini diterbitkan pada hari Kamis New England Journal of Medicine. Para peneliti, dipimpin oleh Dokter, mengidentifikasi tingkat stroke strokesHemorrhagic pada pasien yang diobati dengan apixaban sekitar dua pertiga dari mereka yang mengambil aspirin. Apixaban pengobatan dipotong setengah stroke menonaktifkan atau fatal pada orang yang tidak bisa mengambil warfarin, katanya, "yang merupakan aspirin utama dan enterik berlapis dan bervariasi dari 1 sampai 4 tablet Setengah dari semua tablet enterik tidak terbuka.. tablet aspirin non-enteric atau tablet aspirin secara lisan hancur seperti Fasprin seharusnya digunakan dalam study.And itu, yang percakapan, mudah-untuk-membaca format membuat Caplan's Stroke sumber daya yang ideal untuk ahli saraf umum, non-saraf, dan spesialis stroke sama . Membahas semua penyakit serebrovaskular untuk membantu Anda membedakan antara semua jenis stroke sehingga Anda dapat mengobati setiap pasien Mulai luas atas hampir semua aspek kerusakan otak iskemik dan perdarahan, digambarkan dengan baik, dan memiliki gaya yang seimbang yang hanya mungkin dalam karya-karya yang ditulis oleh seorang penulis tunggal.
http://www.scribd.com/doc/52759510/6/Etiologi-Stroke-Hemoragik
DAFTAR PUSTAKA
Syaifuddin.2006. Anatomi Fisiologi. Jakarta : EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi ed.3. Jakarta : EGC.
Doengoes, Marylinn E. 1999. Rencana asuhan keperawatan ed.3. Jakarta : EGC.
http : //panduankeperawatan.com
http : // hidayatz.wordpress.com/2009
Alpers, Ann. 2006. Buku ajar pediatri Rudolph ed.20. Jakarta : EGC.
ASKEP PARKINSON
DEFINISI
Penyakit Parkinson adalah penyakit saraf progresif yang berdampak terhadap respon mesenfalon dan pergerakan regulasi. Penyakit ini ini bersifat lambat yang menyerang usia pertengahan atau lanjut, dengan onset pada umur 50 sampai 60an.Tidak ditemukan sebab genetik yang jelas dan tidak ada pengobatan yang dapat menyembuhkannya
Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif progresif yang berkaitan erat dengan usia. Penyakit ini mempunyai karakteristik terjadinya degenerasi dari neuron dopaminergik pas substansia nigra pars kompakta, ditambah dengan adanya inklusi intraplasma yang terdiri dari protein yang disebut dengan Lewy Bodies. Neurodegeneratif pada parkinson juga terjadi pasa daerah otak lain termasuk lokus ceruleus, raphe nuklei, nukleus basalis Meynert, hipothalamus, korteks cerebri, motor nukelus
ETIOLOGI
Parkinson disebabkan oleh rusaknya sel-sel otak, tepatnya di substansi nigra. Suatu kelompok sel yang mengatur gerakan-gerakan yang tidak dikehendaki (involuntary). Akibatnya, penderita tidak bisa mengatur/menahan gerakan-gerakan yang tidak disadarinya. Mekanis-me bagaimana kerusakan itu belum jelas benar.
Penyakit Parkinson sering dihubungkan dengan kelainan neurotransmitter di otak faktor-faktor lainnya seperti :
1. Defisiensi dopamine dalam substansia nigra di otak memberikan respon gejala penyakit Parkinson,
2. Etiologi yang mendasarinya mungkin berhubungan dengan virus, genetik, toksisitas, atau penyebab lain yang tidak diketahui.
PATOFISIOLOGI
Dua hipotesis yang disebut juga sebagai mekanisme degenerasi neuronal ada penyakit Parkinson ialah: hipotesis radikal bebas dan hipotesis neurotoksin.
1.Hipotesis Radikal Bebas
Diduga bahwa oksidasi enzimatik dari dopamine dapat merusak neuron nigrotriatal, karena proses ini menghasilkan hidrogren peroksid dan radikal oksi lainnya. Walaupun ada mekanisme pelindung untuk mencegah kerusakan dari stress oksidatif, namun pada usia lanjut mungkin mekanisme ini gagal.
2.Hipotesis Neurotoksin
Diduga satu atau lebih macam zat neurotoksik berpera pada proses neurodegenerasi pada Parkinson.
Pandangan saat ini menekankan pentingnya ganglia basal dalam menyusun rencana neurofisiologi yang dibutuhkan dalam melakukan gerakan, dan bagian yang diperankan oleh serebelum ialah mengevaluasi informasi yang didapat sebagai umpan balik mengenai pelaksanaan gerakan. Ganglia basal tugas primernya adalah mengumpulkan program untuk gerakan, sedangkan serebelum memonitor dan melakukan pembetulan kesalahan yang terjadi seaktu program gerakan diimplementasikan. Salah satu gambaran dari gangguan ekstrapiramidal adalah gerakan involunter.
TANDA DAN GEJALA
Penyakit Parkinson memiliki gejala klinis sebagai berikut:
1.Bradikinesia (pergerakan lambat), hilang secara spontan,
2.Tremor yang menetap ,
3.Tindakan dan pergerakan yang tidak terkontrol,
4.Gangguan saraf otonom (sulit tidur, berkeringat, hipotensi ortostatik,
5.Depresi, demensia,
6.Wajah seperti topeng.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada setiap kunjungan penderita :
1.Tekanan darah diukur dalam keadaan berbaring dan berdiri, hal ini untuk mendeteksi hipotensi ortostatik.
2.Menilai respons terhadap stress ringan, misalnya berdiri dengan tangan diekstensikan, menghitung surut dari angka seratus, bila masih ada tremor dan rigiditas yang sangat, berarti belum berespon terhadap medikasi.
3.Mencatat dan mengikuti kemampuan fungsional, disini penderita disuruh menulis kalimat sederhana dan menggambarkan lingkaran-lingkaran konsentris dengan tangan kanan dan kiri diatas kertas, kertas ini disimpan untuk perbandingan waktu follow up berikutnya.
EEG (biasanya terjadi perlambatan yang progresif)
-CT Scan kepala (biasanya terjadi atropi kortikal difus, sulki melebar, hidrosefalua eks vakuo)
KOMPLIKASI
Komplikasi terbanyak dan tersering dari penyakit Parkinson yaitu demensia, aspirasi, dan trauma karena jatuh.
FAKTOR RESIKO
Penatalaksanaan medis dapat dilakukan dengan medikamentosa seperti:
1.Antikolinergik untuk mengurangi transmisi kolinergik yang berlebihan ketika kekurangan dopamin.
2.Levodopa, merupakan prekursor dopamine, dikombinasi dengan karbidopa, inhibitor dekarboksilat, untuk membantu pengurangan L-dopa di dalam darah dan memperbaiki otak.
3.Bromokiptin, agonis dopamine yang mengaktifkan respons dopamine di dalam otak.
4.Amantidin yang dapat meningkatkan pecahan dopamine di dalam otak.
Menggunakan monoamine oksidase inhibitor seperti deprenil untuk menunda serangan ketidakmampuan dan kebutuhan terapi levodopa.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan medis dapat dilakukan dengan medikamentosa seperti:
1.Antikolinergik untuk mengurangi transmisi kolinergik yang berlebihan ketika kekurangan dopamin.
2.Levodopa, merupakan prekursor dopamine, dikombinasi dengan karbidopa, inhibitor dekarboksilat, untuk membantu pengurangan L-dopa di dalam darah dan memperbaiki otak.
3.Bromokiptin, agonis dopamine yang mengaktifkan respons dopamine di dalam otak.
4.Amantidin yang dapat meningkatkan pecahan dopamine di dalam otak.
Menggunakan monoamine oksidase inhibitor seperti deprenil untuk menunda serangan ketidakmampuan dan kebutuhan terapi levodopa.
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
1.Kaji saraf kranial, fungsi serebral (koordinasi) dan fungsi motorik.
2.Observasi gaya berjalan dan saat melakukan aktivitas.
3.Kaji riwayat gejala dan efeknya terhadap fungsi tubuh.
4.Kaji kejelasan dan kecepatan bicara.
5.Kaji tanda depresi.
DIAGNOSA
1.Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kekakuan dan kelemahan otot.
2.Defisit parawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuskular,menurunya kekuatan,kehilangan kontrol otot/koordinasi.
3.Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan penurunan kemampuan bicara dan kekakuan otot wajah
INTERVENSI
I. Diagnosis dan Intervensi Keperawatan.
1. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kekakuan dan kelemahan otot.
Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam klien mampu melakukan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya.
Kriteria : klien dapat ikut srta dalam program latihan, tidak terjadi kontraktur sendi,bertambahnya kekuatan otot dan klien menunjukkan tidakan untuk meninktkan mobilitas
Intervensi
1. kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan
2. lakukan program latihan meningkatkan kekuatan otot.
3. anjurkan mandi hangan dan masase otot
4. bantu klien melakukan latihan ROM,perawatan diri sesuai toleransi
5. kolaborasi ahli fisioterapi untuk latihan fisik
2. Defisit parawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuskular,menurunya kekuatan,kehilangan kontrol otot/koordinasi.
Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam keperawatan diri klien terpenuhi
Kriteria : klien dapat menunjukkan perubahan hidup untuk kebutuhan merawat diri, klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan ,dan mengidentifikasi personal/masyarakat yang dapat membantu.
Intervensi
1. kaji kemampuan dan tingkat penurunan dan skala 0 – 4 untuk melakukan ADL
2. hindari apa yang tidak dapat dilakukan klien dan bantu bila perlu.
3. kolaborasi pemberian pencahar dan konsul ke dokter terapi okepasi
4. ajarkan dan dukung klien selama klien aktifitas
5. modifikasi lingkungan
6. harga didri yang negatif.
3. Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan penurunan kemampuan bicara dan kekakuan otot wajah ditandai dengan : DS: klien/keluarga mengatakan adanya kesulitan dalam berbicara DO: kata-kata sulit dipahami, pelo, wajah kaku.
Intervensi:
Tujuan: memaksimalkan kemampuan berkomunikasi.
• Jaga komplikasi pengobatan.
• Rujuk ke terapi wicara.
• Ajarkan klien latihan wajah dan menggunakan metoda bernafas untuk memperbaiki kata-kata, volume, dan intonasi.
•Nafas dalam sebelum berbicara untuk meningkatkan volume suara dan jumlah kata dalam kalimat setiap bernafas.
•Latih berbicara dalam kalimat pendek, membaca keras di depan kaca atau ke dalam perekam suara (tape recorder) untuk memonitor kemajuan.
DAFTAR PUSTAKA
http // :www.askep Parkinson blogspot.com
Doengoes, Marylin,1999. Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Elizabeth, J.Corwin. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Cetakan I. Penerbit : EGC, Jakarta.
Penyakit Parkinson adalah penyakit saraf progresif yang berdampak terhadap respon mesenfalon dan pergerakan regulasi. Penyakit ini ini bersifat lambat yang menyerang usia pertengahan atau lanjut, dengan onset pada umur 50 sampai 60an.Tidak ditemukan sebab genetik yang jelas dan tidak ada pengobatan yang dapat menyembuhkannya
Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif progresif yang berkaitan erat dengan usia. Penyakit ini mempunyai karakteristik terjadinya degenerasi dari neuron dopaminergik pas substansia nigra pars kompakta, ditambah dengan adanya inklusi intraplasma yang terdiri dari protein yang disebut dengan Lewy Bodies. Neurodegeneratif pada parkinson juga terjadi pasa daerah otak lain termasuk lokus ceruleus, raphe nuklei, nukleus basalis Meynert, hipothalamus, korteks cerebri, motor nukelus
ETIOLOGI
Parkinson disebabkan oleh rusaknya sel-sel otak, tepatnya di substansi nigra. Suatu kelompok sel yang mengatur gerakan-gerakan yang tidak dikehendaki (involuntary). Akibatnya, penderita tidak bisa mengatur/menahan gerakan-gerakan yang tidak disadarinya. Mekanis-me bagaimana kerusakan itu belum jelas benar.
Penyakit Parkinson sering dihubungkan dengan kelainan neurotransmitter di otak faktor-faktor lainnya seperti :
1. Defisiensi dopamine dalam substansia nigra di otak memberikan respon gejala penyakit Parkinson,
2. Etiologi yang mendasarinya mungkin berhubungan dengan virus, genetik, toksisitas, atau penyebab lain yang tidak diketahui.
PATOFISIOLOGI
Dua hipotesis yang disebut juga sebagai mekanisme degenerasi neuronal ada penyakit Parkinson ialah: hipotesis radikal bebas dan hipotesis neurotoksin.
1.Hipotesis Radikal Bebas
Diduga bahwa oksidasi enzimatik dari dopamine dapat merusak neuron nigrotriatal, karena proses ini menghasilkan hidrogren peroksid dan radikal oksi lainnya. Walaupun ada mekanisme pelindung untuk mencegah kerusakan dari stress oksidatif, namun pada usia lanjut mungkin mekanisme ini gagal.
2.Hipotesis Neurotoksin
Diduga satu atau lebih macam zat neurotoksik berpera pada proses neurodegenerasi pada Parkinson.
Pandangan saat ini menekankan pentingnya ganglia basal dalam menyusun rencana neurofisiologi yang dibutuhkan dalam melakukan gerakan, dan bagian yang diperankan oleh serebelum ialah mengevaluasi informasi yang didapat sebagai umpan balik mengenai pelaksanaan gerakan. Ganglia basal tugas primernya adalah mengumpulkan program untuk gerakan, sedangkan serebelum memonitor dan melakukan pembetulan kesalahan yang terjadi seaktu program gerakan diimplementasikan. Salah satu gambaran dari gangguan ekstrapiramidal adalah gerakan involunter.
TANDA DAN GEJALA
Penyakit Parkinson memiliki gejala klinis sebagai berikut:
1.Bradikinesia (pergerakan lambat), hilang secara spontan,
2.Tremor yang menetap ,
3.Tindakan dan pergerakan yang tidak terkontrol,
4.Gangguan saraf otonom (sulit tidur, berkeringat, hipotensi ortostatik,
5.Depresi, demensia,
6.Wajah seperti topeng.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada setiap kunjungan penderita :
1.Tekanan darah diukur dalam keadaan berbaring dan berdiri, hal ini untuk mendeteksi hipotensi ortostatik.
2.Menilai respons terhadap stress ringan, misalnya berdiri dengan tangan diekstensikan, menghitung surut dari angka seratus, bila masih ada tremor dan rigiditas yang sangat, berarti belum berespon terhadap medikasi.
3.Mencatat dan mengikuti kemampuan fungsional, disini penderita disuruh menulis kalimat sederhana dan menggambarkan lingkaran-lingkaran konsentris dengan tangan kanan dan kiri diatas kertas, kertas ini disimpan untuk perbandingan waktu follow up berikutnya.
EEG (biasanya terjadi perlambatan yang progresif)
-CT Scan kepala (biasanya terjadi atropi kortikal difus, sulki melebar, hidrosefalua eks vakuo)
KOMPLIKASI
Komplikasi terbanyak dan tersering dari penyakit Parkinson yaitu demensia, aspirasi, dan trauma karena jatuh.
FAKTOR RESIKO
Penatalaksanaan medis dapat dilakukan dengan medikamentosa seperti:
1.Antikolinergik untuk mengurangi transmisi kolinergik yang berlebihan ketika kekurangan dopamin.
2.Levodopa, merupakan prekursor dopamine, dikombinasi dengan karbidopa, inhibitor dekarboksilat, untuk membantu pengurangan L-dopa di dalam darah dan memperbaiki otak.
3.Bromokiptin, agonis dopamine yang mengaktifkan respons dopamine di dalam otak.
4.Amantidin yang dapat meningkatkan pecahan dopamine di dalam otak.
Menggunakan monoamine oksidase inhibitor seperti deprenil untuk menunda serangan ketidakmampuan dan kebutuhan terapi levodopa.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan medis dapat dilakukan dengan medikamentosa seperti:
1.Antikolinergik untuk mengurangi transmisi kolinergik yang berlebihan ketika kekurangan dopamin.
2.Levodopa, merupakan prekursor dopamine, dikombinasi dengan karbidopa, inhibitor dekarboksilat, untuk membantu pengurangan L-dopa di dalam darah dan memperbaiki otak.
3.Bromokiptin, agonis dopamine yang mengaktifkan respons dopamine di dalam otak.
4.Amantidin yang dapat meningkatkan pecahan dopamine di dalam otak.
Menggunakan monoamine oksidase inhibitor seperti deprenil untuk menunda serangan ketidakmampuan dan kebutuhan terapi levodopa.
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
1.Kaji saraf kranial, fungsi serebral (koordinasi) dan fungsi motorik.
2.Observasi gaya berjalan dan saat melakukan aktivitas.
3.Kaji riwayat gejala dan efeknya terhadap fungsi tubuh.
4.Kaji kejelasan dan kecepatan bicara.
5.Kaji tanda depresi.
DIAGNOSA
1.Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kekakuan dan kelemahan otot.
2.Defisit parawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuskular,menurunya kekuatan,kehilangan kontrol otot/koordinasi.
3.Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan penurunan kemampuan bicara dan kekakuan otot wajah
INTERVENSI
I. Diagnosis dan Intervensi Keperawatan.
1. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kekakuan dan kelemahan otot.
Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam klien mampu melakukan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya.
Kriteria : klien dapat ikut srta dalam program latihan, tidak terjadi kontraktur sendi,bertambahnya kekuatan otot dan klien menunjukkan tidakan untuk meninktkan mobilitas
Intervensi
1. kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan
2. lakukan program latihan meningkatkan kekuatan otot.
3. anjurkan mandi hangan dan masase otot
4. bantu klien melakukan latihan ROM,perawatan diri sesuai toleransi
5. kolaborasi ahli fisioterapi untuk latihan fisik
2. Defisit parawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuskular,menurunya kekuatan,kehilangan kontrol otot/koordinasi.
Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam keperawatan diri klien terpenuhi
Kriteria : klien dapat menunjukkan perubahan hidup untuk kebutuhan merawat diri, klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan ,dan mengidentifikasi personal/masyarakat yang dapat membantu.
Intervensi
1. kaji kemampuan dan tingkat penurunan dan skala 0 – 4 untuk melakukan ADL
2. hindari apa yang tidak dapat dilakukan klien dan bantu bila perlu.
3. kolaborasi pemberian pencahar dan konsul ke dokter terapi okepasi
4. ajarkan dan dukung klien selama klien aktifitas
5. modifikasi lingkungan
6. harga didri yang negatif.
3. Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan penurunan kemampuan bicara dan kekakuan otot wajah ditandai dengan : DS: klien/keluarga mengatakan adanya kesulitan dalam berbicara DO: kata-kata sulit dipahami, pelo, wajah kaku.
Intervensi:
Tujuan: memaksimalkan kemampuan berkomunikasi.
• Jaga komplikasi pengobatan.
• Rujuk ke terapi wicara.
• Ajarkan klien latihan wajah dan menggunakan metoda bernafas untuk memperbaiki kata-kata, volume, dan intonasi.
•Nafas dalam sebelum berbicara untuk meningkatkan volume suara dan jumlah kata dalam kalimat setiap bernafas.
•Latih berbicara dalam kalimat pendek, membaca keras di depan kaca atau ke dalam perekam suara (tape recorder) untuk memonitor kemajuan.
DAFTAR PUSTAKA
http // :www.askep Parkinson blogspot.com
Doengoes, Marylin,1999. Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Elizabeth, J.Corwin. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Cetakan I. Penerbit : EGC, Jakarta.
Langganan:
Postingan (Atom)